Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai terminal yang ada di Jabodetabek masih diliputi sejumlah masalah. Tak mengherankan jika banyak warga enggan datang ke terminal dan lebih memilih naik angkutan di terminal bayangan.
"Warga selalu khawatir jika ke terminal," kata Djoko, Sabtu (16/7)
Sejumlah persoalan misalnya konflik lalu lintas kendaraan umum, kendaraan pribadi, dan pergerakan orang baik di area terminal maupun pintu masuk dan keluar terminal.
Belum lagi aktivitas turun naik penumpang yang tidak pada tempatnya; parkir kendaraan yang tidak tertata; ruang istirahat awak kendaraan yang kurang manusiawi; hingga pengawasan kesehatan dan identitas awak kendaraan yang belum dilakukan.
Penumpang pun seringkali menjadi korban karena persoalan pembenahan terminal tak kunjung dilakukan. Misalnya, informasi yang masih kurang memadai serta kotornya lingkungan terminal. Selain itu fasilitas disabilitas belum ada, banyak calo berkeliaran, tarif pun tidak ada kepastian karena tidak teraturnya sistem penjualan tiket. Aktivitas kriminal seperti copet, hipnotis, obat bius masih berlangsung di terminal.
"Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan untuk pengembangan transportasi umum. Terlebih upaya mengajak masyarakat gunakan transportasi untuk bepergian perjalanan jarak menengah dan jauh kurang mengena," ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno, Sabtu (16/7).
Hal itulah yang membuat calon penumpang lebih menyukai naik dari pool bus atau terminal bayangan.
Di Jabodetabek terdapat 10 terminal penumpang, yaitu Baranangsiang (Bogor), Bekasi, Depok, Kalideres, Kampung Rambutan, Pondok Cabe, Poris, Pulogadung, Pulogebang dan Rawamangun. Pemerintah daerah (pemda) di Jabodetabek, terurama DKI Jakarta memang sedang gencar kembangkan layanan transportasi umum bus Transjakarta. Namun, kata Djoko, pemda lupa menata terminal sebagai awal dan akhir pemberangkatan.
"Harus diakui ketika dikelola pemda, banyak terminal yang mangkrak dan tidak diurus sesuai fungsinya, bahkan dipinggirkan lokasinya," ujarnya.
Terminal seringkali dikelola sebagai sumber pendapatan, bukan untuk pelayanan publik.
Tautan : http://www.republika.co.id