Ekonom dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Ika Rahutami, menyatakan Indonesia jangan hanya menjadi pasar pada pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tapi juga harus berdaya saing untuk menjadi produsen.
"Ketika bicara keterkaitan dengan MEA, dunia makin datar, tidak ada sekat antara satu dan yang lain. Dalam hal ini, semua harus memiliki daya saing," katanya di Semarang, Kamis, 11 Agustus 2016.
Menurut dia, pada pelaksanaan tersebut, Indonesia harus bisa mengintervensi negara lain. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan pula Indonesia diintervensi negara lain.
"Sebetulnya, secara demografis, Indonesia diuntungkan karena jumlah penduduk banyak, dan ini menarik sebagai pasar yang potensial. Dalam hal ini, apakah Indonesia hanya mau sebagai pasar atau kita harus mempunyai daya saing agar bisa masuk ke pasar ASEAN?" ujarnya.
Ia mengatakan karakteristik golongan menengah ke atas di Indonesia adalah suka belanja. Hal ini menjadi pasar yang menarik bagi ASEAN, bahkan bagi produsen di Indonesia sendiri.
MEA, kata dia, memang merupakan tantangan yang sangat besar bagi Indonesia. Tidak hanya harus meningkatkan daya saing produksi, tapi kualitas sumber daya manusia juga harus disiapkan.
"Seperti sekolah-sekolah di Filipina sudah diajarkan bahasa Indonesia, ini artinya mereka sudah siap masuk ke Indonesia. Jadi ini tidak sesimpel dari sisi komoditas, tapi juga SDM," tuturnya.
Meski demikian, untuk menjaga kondisi ekonomi secara keseluruhan, pihaknya mengimbau konsumen tetap mengendalikan diri dalam berbelanja. "Hiduplah dengan hal yang cukup, bukan hal yang berlebihan," ucapnya. Dengan begitu, daya beli akan lebih terjaga sehingga inflasi juga dapat terkendali.
Tautan : https://bisnis.tempo.co