Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah, Priyo Anggoro mengatakan bahwa kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus hanya sebatas isu.
Hingga kini pihaknya belum ada pembahasan terkait hal itu, baik di tinggat pusat maupun daerah.
"Saya beberapa waktu lalu juga sudah ketemu dengan mentri perdagangan, beliau juga tidak membahas soal itu (kenaikan harga rokok-red), katanya Jumat (18/8).
Priyo mengatakan, pihaknya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat bakal mendukung apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. Menurutnya, kebijakan tersebut banyak dampak positifnya, selain baik dari segi kesehatan, para petani tembakau juga bakal bisa menaikan harga jual produknya.
Ekonom Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Vena Purnamasari menambahkan, banyak dampak positif jika kebijakan itu dilaksanakan. Dari sisi ekonomi, pemerintah bisa dapat meningkatkan pendapatan cukai dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, para petani bisa menjual hasil panennya dengan harga yang lebih tinggi dan pabrik rokok juga bisa mendapat untung lebih besar. Hal ini mengingat konsumen rokok dikenal memiliki tingkat ketagihan yang tinggi dan pasti sulit melepas konsumsi rokok berapapun harganya.
"Dari sisi dampak kesehatan kalau mau ya rokok harganya harus mahal untuk mendorong pola hidup sehat. Di luar negri rokok merupakan barang mahal," imbuhnya.
Dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah dikawatirkan akan membuat produksi rokok non cukai meningkat. Jika hal itu dibiarkan maka kenaikan harga rokok untuk meningkatkan pendapatan negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Sampai sekarang aja rokok yang tidak bercukai itu masih ada beberapa meski tidak sebanyak dulu," imbuhnya.
Tautan : http://jateng.tribunnews.com