Kehadiran angkutan umum yang melayani wilayah Kendal, Ungaran, Salatiga, Semarang dan Purwodadi (Kedungsepur), dianggap menjadi satu solusi buruknya angkutan massal di pedesaan. Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menyatakan, tanggungjawab angkutan umum pada pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah setempat.
“Buruknya angkutan pedesaan memicu meningkatnya penggunaan kendaraan roda dua dan angkutan barang yang digunakan untuk angkutan manusia. Akibatnya angka kecelakaan yang melibatkan kendaraan roda dua meningkat dan korban meninggal dunia di jalan raya,” kata Djoko di sela-sela Workshop Rencana Kerja Sama Antar daerah di Bidang Sistem Transportasi se-Kedungsepur di Hotel Pandanaran, Rabu (7/9).
Angkutan umum yang melayani Kedungsepur ini menurutnya, sudah digagas sejak 2009 lalu sebagai solusi angkutan massal yang murah dan cepat. Perkembangan penggunaan roda dua yang semakin marak, terjadi karena angkutan umum dalam hal ini pedesaan tidak bisa melayani masyarakat dengan baik.
“Tahun depan harus bisa berjalan gagasan Kedungsepur,” tambahnya.
Penggunaan angkutan barang sebagai angkutan manusia juga bisa dihilangkan dengan adanya angkutan umum yang murah dan cepat. Angkutan barang masih digunakan sebagai angkutan manusia karena pemerintah daerah tidak memperhatikannya.
“Pasal 138, 139 dan 185 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan Pemerintah mempunyai kewajiban memberi subsidi operasional angkutan umum. Pemerintah Desa seharusnya bisa memberi subsidi dengan adanya dana desa,” paparnya.
Kejadian di Batang kemarin sebenarnya sudah sering terjadi karena hampir tiap tahun terjadi. Hanya saja yang terjadi di Batang kemarin mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar. Di Jawa Tengah ini hanya 20 persen angkutan pedesaan yang beroperasi. (http://berita.suaramerdeka.com)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi