Sejumlah penelitian, perangkingan, survei dan kritik terhadap kinerja pendidikan tinggi Indonesia masih di bawah negara-negara lain, bahkan di ASEAN. Tetapi dapat disaksikan jumlah lulusan perguruan tinggi Indonesia yang bekerja di luar negeri juga terus meningkat.
Rektor Unika Soegijapranata Semarang Prof Dr Ir Y Budi Widianarko menyatakan, dari hasil survei yang dilakukannya ada beberapa lulusan dari universitas yang dipimpinnya dapat bekerja di luar negeri.”Tidak hanya dari Unika yang banyak bekerja di luar negeri, tetapi juga dari Semarang dan universitas lainnya. Yang lebih menarik, banyak orang yang bekerja di luar negeri memiliki gelar asli dari universitas di Indonesia dan memulai pekerjaannya di sebuah kota kecil di negara ini,” kata Prof Budi sesaat sebelum memimpin Rapat Senat Terbuka Wisuda Diploma, Sarjana dan Pascasarjana Unika Soegijapranata Periode II, Sabtu (10/9).
Ia menarik kesimpulan, semakin banyak orang Indonesia bekerja di luar negeri bukan pada perkerjaan-pekerjaan yang rendah atau non formal. Fakta tersebut menunjukkan bahwa semestinya Bangsa Indonesia harus percaya diri dalam menilai mutu pendidikan tinggi.
“Apa yang membuat ini, kompetensi dimana ada prang-orang yang bisa menerobos pasar global. Kompetensi didapat dari mana, kuncinya belajar terus menerus,” tuturnya.
Maka siapa pun, lulusan manapun yang penting adalah kompetensi (you are what you are good art). Dari situ sambungnya, mudah-mudahan lebih positif melihat Sumber Daya Manusia Indonesia.
Optimisme ini dibangun menanggapi tulisan Victoria Fanggidae pada tanggal 2 September 2016 di sebuah harian nasional. Ia melakukan survei kepada 1000 manusia Indonesia dan hasilnya menunjukkan posisi manusia dewasa Indonesia pada peringkat bawah dari negara-negara lain yang juga disurvei.
“Menyangkut literasi, numerasi dan kemampuan memecahkan masaalah. Kompetensi orang Indonesia rendah dalam memahami satu paragraf. Membaca laporan ini sangat sedih dan berbahaya karena tantangannya berat,”tambahnya.
Saat ini masih kata Prof Eko, generasi Z atau Milenia praktis tidak pernah membaca surat kabar. Menurutnya media online tidak membuat ruang analisis, dalam media online yang penting cepat, realtime dan kuantitasnya banyak.
“Literasi penting tapi bertentangan dengan budaya menggunakam gadget yang instan. Media online hanya merangsang orang mengakses tanpa berfikir apakah akan mendapat informasi atau tidak,” papar Prof Budi. (http://berita.suaramerdeka.com)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah