Pakar ilmu lingkungan Unika Soegijapranata Semarang, Prof Budi Widianarko, menegaskan, perencanaan tata ruang wilayah harus lewat KLHS (kajian lingkungan hidup strategis).
“KLHS penting sebagai salah satu syarat tata ruang dengan menempatkan pertimbangan lingkungan dan sumber daya alam (SDA) sebagai acuan. Sudah diatur undang-undang,” katanya di Semarang, Senin (17/10).
Pengajar Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata ini menambahkan, kewajiban mendasarkan perencanaan tata ruang wilayah pada KHLS mengacu berdasarkan UU Nomor 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ia menjelaskan, KLHS dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai pedoman dalam merancang dan merencanakan tata ruang wilayahnya dengan memperkirakan kondisi alam dan lingkungan yang ada di wilayahnya.
“Jadi, misalnya ketersediaan airnya bagaimana, lahannya bagaimana, dan sebagainya. Suatu wilayah mau dijadikan sebagai apa? Mau dijadikan kawasan industri, pertanian, atau perdagangan,” katanya.
Dari KLHS, kata Budi yang juga Rektor Unika Soegijapranata itu, pembangunan atau pengembangan wilayah yang dilakukan, seperti kehadiran industri tidak akan menemui persoalan berlarut di kemudian hari.
“Persoalannya, dalam pelaksanaannya di lapangan kan siapa yang lebih dulu. Lebih dulu perencanaan tata ruang wilayah atau aturan KLHS? Namun, ke depannya rencana tata ruang pasti harus mengacu KLHS,” katanya.
Diakuinya, kata dia, KLHS yang menjadi kewajiban pemda bisa membantu rencana pengembangan wilayah baru, sebab rencana pengembangan wilayah akan dicocokkan dengan potensi dan kondisi suatu wilayah.
Jadi, Budi mengatakan semua potensi hingga dampak lingkungan akan diperhitungkan, seperti rencana pengembangan wilayah menjadi kawasan pertanian akan dicocokkan dengan keberadaan sumber daya air.
“Ketersediaan airnya banyak tidak? Cocoknya untuk apa. Pertanian, misalnya. Kalau memang tidak ada airnya, kan tidak mungkin mau dijadikan kawasan pertanian,” kata jebolan VU Amsterdam, Belanda, itu.
Khususnya, kata dia, pembangunan-pembangunan yang berskala besar, seperti pengembangan transportasi laut, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), hingga pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA).
“Semuanya, harus melalui KLHS. Jadi, bisa dikaji sampai dampaknya seperti apa. Memang, ini lebih cocok untuk pengembangan kawasan baru. Butuh komitmen dari pemda untuk melaksanakan,” pungkas Budi.
( http://www.beritasatu.com )
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi