Teknologi yang tengah dikembangkan di Amerika Serikat dalam bidang pangan adalah 3D Printing, yang dilatarbelakangi oleh sulitnya mendapatkan fresh food bagi warga Amerika Serikat karena kesibukan mereka sehingga muncul inovasi 3D Printing yang dapat menghasilkan suatu produk makanan yang cantik tanpa kesulitan membuatnya.
Prinsip 3D Printing dengan mencetak objek melalui nozzle yang bergerak 3 arah, ukuran nozzle dapat disesuaikan berdasar jenis bahan. Nozzle tersebut dapat bergerak 3 arah sumbu X(horizontal), Y( vertikal), Z(menyamping ke atas/ bawah). 3D Printing biasa digunakan untuk bahan makanan pasta yang memiliki tingkat kekentalan yang tinggi seperti coklat, permen, maupun adonan roti. 3D Printing dapat disambungkan dengan komputer via software, selanjutnya di komputer inilah kita dapat membuat design makanan yang diinginkan.
“Yang menjadi problem adalah apabila makanan dapat didesign melalui sebuah software di komputer, peran artisan makanan menjadi berkurang karena selanjutnya makanan hanya menjadi artisan komputer, dikarenakan orang dapat mendesign di komputer, sehingga tidak memikirkan nilai intrinsik dari bahan makanan itu sendiri. Mungkin saja terjadi pergeseran orang yang memproduksi makanan menjadi seorang designer grafis makanan” ujar Dr. Probo Y. Nugrahedi, S.T.P., M.Sc yang memoderatori acara diskusi publik bertempat di Gedung Albertus Lantai 2 Ruang Seminar pada hari Kamis (27/10).
Diskusi yang diadakan oleh tim promosi Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Unika Soegijapranata ini mengangkat tema “Food For Future #1, Teknologi Kekinian Merambah Dapur” dan dihadiri oleh segenap dosen FTP beserta volunteer mahasiswa S1 dan program Magister Teknologi Pertanian.
Naturalness and Authenticity
“Peristiwa kemajuan teknologi bidang pangan ini hampir sama dengan apa yang dialami di bidang arsitektur, yaitu orang yang tidak memiliki keahlian dasar bidang menggambar juga bisa masuk di arsitektur. Padahal Ilmu Arsitektur di Unika, gambar sangat ditekankan, demikian juga dengan DKV di tahun pertama dan kedua diberi tugas untuk menggambar. Namun Sebaliknya di beberapa perguruan tinggi lain, tidak memiliki kemampuan dasar menggambar ternyata tidak menjadi masalah untuk belajar arsitektur, dikarenakan banyak software yang dapat membantu. Maka yang terpenting sebenarnya adalah naturalness and authenticity. Nantinya juga tetap harus memilih form follows taste atau taste follows form. Sama saja, seperti di arsitektur, form follows function atau function follows form” papar Prof. Budi Widianarko selaku guru besar FTP Unika Soegijapranata yang turut hadir dalam acara diskusi tersebut.
Selain itu, juga terdapat teknologi lain yang juga akan masuk dalam dunia pangan yaitu teknologi berbentuk tangan robotik dapat dipasang di dinding dapur yang dapat diinstruksikan untuk memasak makanan. Sedangkan si pemiliknya/ customer hanya tinggal menunggu produk jadi dari si tangan robotik. Tangan robotik tersebut dapat di set sebelumnya dengan menginput resep menu yang diinginkan.
“Kalau menurut saya, sebagai lulusan TP tidak perlu berkutat dengan bidang elektronika tapi dari produk tersebut kita bisa masuk di engineering pangan itu sendiri untuk kebutuhan pengembangan produk. Karena menurut saya, semodern apapun robot tidak dapat menghasilkan suatu inovasi dengan sendirinya” tutur Novita Ika Putri, STP., Msc.
Acara diskusi publik ini juga dibarengi dengan launching website www.unikafood.com yang dikembangkan Tim Promosi Unika yang memuat berbagai kegiatan di FTP Unika serta berbagai artikel yang dikembangkan oleh mahasiswa FTP Unika. (cal)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi