" Mencermati rekam jejak Pemprov Jateng yang kurang kreatif dan agresif dalam melaksanakan dan merealisasikan target-target APBD 2016, saya khawatir target-target pencapaian dalam APBD 2017 bakal sulit tercapai "
MEMASUKI tahun 2017, muncul kekhawatiran di benak penulis bahwa kinerja ekonomi Jawa Tengah (Jateng) pada 2016 akan lebih rendah dibanding tahun 2015. Kekhawatiran itu muncul karena pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2016 diperkirakan bakal melambat hanya berkisar 5,2%- 5,3% atau lebih rendah dibanding tahun 2015 sebesar 5,44%.
Penulis khawatir penurunan tersebut akan berlanjut hingga tahun 2017 apabila Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jateng tidak segera mengambil langkah-langkah proaktif yang tepat untuk mencegah faktor-faktor penyebab kemerosotan kinerja ekonomi daerah pada 2016. Mengapa begitu?
Jawabnya, karena pertumbuhan ekonomi Jateng pada Triwulan II 2016 yang sempat meningkat menjadi 5,74% dari 4,91% (Triwulan I 2016), pada Triwulan III 2016 justru merosot menjadi hanya 5,06%. Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia pada November 2016, penyebab utama menurunnya pertumbuhan ekonomi Jateng pada Triwulan III 2016 adalah akibat menurunnya Konsumsi Pemerintah (minus 12,53 %), Ekspor (minus 14,08%) dan Impor (minus 18,75%). Yang perlu dicatat, menurunkan kinerja ekspor dan impor secara signifikan pada periode tersebut sudah diprediksikan sebelumnya karena dipicu faktor krisis ekonomi global yang terus berlanjut.
Negara-negara yang selama ini menjadi mitra dagang Jateng, seperti AS, Jepang, Tiongkok, Eropa dan ASEAN, sedang mengalami kelesuan dan pelambatan ekono-mi yang serius. Namun, menurunnya nilai Konsumsi Pemerintah (G) hingga minus 12,53% sungguh di luar dugaan banyak pihak. Penurunan tersebut baru pertama kali terjadi di Jateng. Pemicunya adalah kebijakan Gubernur Jateng pada Mei 2016 yang melakukan rasionalisasi anggaran belanja langsung APBD 2016 sebesar 25%. Kebijakan tersebut ternyata tidak hanya berimbas pada penurunan realisasi pendapatan daerah dan efektivitas pelaksanaan program-program pembangunan, tapi juga berimbas luas pada kinerja pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dan aspek-aspek lain yang berkaitan erat.
Tren Konsumsi Pemerintah yang bertumbuh dari 3,26% pada Triwulan I menjadi 7,48% pada Triwulan II 2016, pada Triwulan III 2016 anjlok drastis menjadi minus 12,53%.
Minusnya kinerja pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dari Jateng bahkan jauh lebih besar dibanding secara nasional yang hanya minus 3,2%. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi pemerintah Jateng menjadi kontributor terbesar terhadap buruknya kinerja pertumbuhan konsumsi pemerintah secara nasional. Berbagai imbas negatif tersebut tidak diduga oleh Pemprov Jateng ketika melakukan rasionalisasi. Dalam artikel iKaji Ulang Rasionalisasi APBDi (Suara Merdeka, 6 Juni 2016), saya sudah mengingatkan Gubernur Jateng agar segera mengkaji ulang kebijakan tersebut karena bakal menimbulkan multiplier effects negatif terhadap kinerja perekonomian dan pembangunan Jateng secara luas.
Dari sisipermintaan, penurunan pertum-buhan Konsumsi Pemerintah (G), Ekspor (X) dan Impor (M) tersebut diperkirakan akan terus berlanjut pada 2017 jika Pemrov Jateng tidak segera merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat untuk mendongkrak sumber-sumber pendapatan daerah. Alasannya, kondisi ketidakpastian perekonomian global dan nasional diperkirakan juga masih akan terus berlanjut pada tahun 2017. Ketidakpastian tersebut dikhawatirkan akan mendorong Pemprov Jateng kembali melakukan rasionalisasi APBD 2017 secara signifikan sehingga kembali berimplikasi negatif terhadap kinerja pertumbuhan dari pengeluaran pemerintah (G), konsumsi rumah tangga (C) dan investasi (I), serta pelambatan kineija perekonomian Jateng secara keluruhan.
Mencegah Rasionalisasi
Dalam Nota Keuangan atas RAPBD Jateng 2017 yang telah disampaikan Gubernur kepada DPRD Jateng pada akhir November 2016, Pemprov Jateng tampaknya lebih optimistis dalam menetapkan asumsi-asumsi dan target pencapaian APBD 2017. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tumbuh 5,4%ñ5,9%. Persentase kemiskinan juga ditargetkan menurun menjadi 11,3%- 10,83%. Tingkat penggangguran terbuka (TPT) ditargetkan 4,2%. Selain itu, pendapatan daerah juga diproyeksikan meningkat dari Rp 20,988 triliun (APBD-P 2016) menjadi Rp 23,059 triliun atau naik 9,87%. Sementara belanja daerah dianggarkan naik dari Rp 21,155 triliun (APBDP 2016) menjadi Rp 23,034 triliun atau naik 8,88%.
Mencermati optimisme tersebut, tampaknya kekhawatiran penulis bahwa kinerja ekonomi Jateng pada 2017 bakal lebih rendah dibanding 2016 bisa dibilang tidak beralasan. Namun, mencermati rekam jejak Pemprov Jateng yang kurang kreatif dan agresif dalam melaksanakan dan merealisasikan target-target APBD 2016, saya khawatir target-target pencapaian dalam APBD 2017 tersebut juga bakal sulit tercapai. Mengapa?
Saya khawatir, apabila krisis ekonomi global terus berlanjut dan pemerintah pusat kembali melakukan efisiensi terhadap APBN 2017 maka Pemprov Jateng juga bakal kembali panik dengan ‘menyalahkan’ kondisi tersebut sebagai alasan pembenaran untuk melakukan rasionalisasi terhadap target-target APBD 2017. Apabila hal itu kembali terjadi maka pertumbuhan kineija pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor, serta investasi akan kian merosot. Hal tersebut tentu akan berdampak buruk pada kinerja perekonomian Jateng secara keseluruhan.
Karena itu, dalam upaya mencegah penurunan kinerja ekonomi tahun 2017 maka Gubernur dan seluruh jajaran SKPD Pemprov Jateng sangat diharapkan dapat bekerja lebih keras dan serius lagi untuk mewujudkan target-target APBD 2017 yang optimistis. Apabila ketidak pastian krisis ekonomi global terus berlanjut dan pemerintah pusat kembali melakukan efisiensi APBN maka Gubernur Jateng sebaiknya tidak perlu panik dan terburu-buru melakukan rasionalisasi APBD 2017. Gubernur sebaiknya bisa menempuh cara-cara lain yang soft untuk menghindari APBD Jateng dari krisis keuangan.
Selain itu, Pemprov Jateng juga perlu diminta untuk meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan APBD 2017 dan dalam pelaksanaan program-program pembangunan daerah yang menjadi skala prioritas. Fokus perhatiannya perlu diarahkan untuk meningkatkan kinerja pendapatan daerah dan konsumsi pemerintah, ekspor dan impor, serta investasi.
Kolaborasi dengan para stakeholder, terutama dengan para bupati/walikota dan jajaran SKPD terkait pada tingkat kabupaten/kota, pelaku usaha, perguruan tinggi dan masyarakat luas, juga sangat penting untuk meningkatkan kinerja APBD dan kinerja ekonomi Jateng secara keseluruhan. Selain efektif meningkatkan kineija APBD, sinergi tersebut juga bakal efektif menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, mempersempit ketimpangan sosial, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
___________________________
Andreas Lako,
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Kepala LPPM Unika Soegijapranata Semarang
(SUARA MERDEKA RABU, 11 JANUARI 2017, Wacana, hal. 4, http://berita.suaramerdeka.com)