Kurang Matang
Psikolog Unika Soegijapranata Semarang Siswanto mengemukakan, fenomena skip challenge di kalangan anak muda karena perminan ini memenuhi kebutuhan apa yang menjadi keinginan anak-anak muda dalam melampiaskan energinya.
Selain itu, perkembangan neuropsikologis anak muda yang otak bagian prefrontalnya baru berkembang menyebabkan proses pengambilan keputusannya menjadi kurang matang. ‘’Akibatnya mereka hanya dikuasai oleh emosi sesaat,’’ jelas dia. Sementara dari sisi hubungan dengan rekan-rekannya mereka membutuhkan pengakuan mengingat anak muda ini masih dalam proses pembentukan identitas diri.
‘’Permainan ini memenuhi syarat tersebut, yakni menegangkan sehingga mereka tergoda untuk melakukan karena ini dianggap luar biasa. Ini mirip permainan berisiko lainnya,’’ ujarnya.
Jadi, sambung dia, unsur berbahaya dan menegangkan memang sudah menjadi daya tarik luar biasa untuk anak-anak muda. Hal ini secara neuropsikologisnya, jika identitas dirinya belum terbentuk secara baik maka peluangnya akan menjadi besar.
Oleh karena itulah, peran pengasuhan orang tua secara sehat pada masa remaja ini sangat penting. ‘’Perhatikan pergaulan di lingkungan sekitarnya. Sebab, kendali diri melalui pengawasan orang tua ini menjadi satu-satunya cara agar remaja terhindar dari kegiatan berisiko seperti skip challenge,’’ jelasnya.
Butuh Pendampingan
Persoalan lainnya, kata Siswanto, orang tua sering salah karena menganggap mereka sudah dewasa. Padahal bagaimana pun mereka membutuhkan pendampingan dan untuk beberapa hal memang harus tegas melarang. ‘’Seperti mengendarai kendaraan bermotor sebelum waktunya misalnya.
Celakanya banyak orang tua yang justru bangga melihat anak mereka bisa begitu. Padahal sikap seperti ini lah yang yang membuat anak-anak ketika tumbuh menjadi remaha, otaknya akan terangsang untuk melakukan tindakan yang lebih berbahaya lagi,’’ paparnya.
(►http://berita.suaramerdeka.com)