Arus mudik dan balik selama masa lebaran bersifat rutin. Namun perkara itu selelu menjadi peroslan, terutama berkait dengan prasarana dan saran transportasi termasuk infrastruktur jalan dan jembaran. Bagaimana kesiapan menghadapi arus mudik dan balik sekarang ini? Apa yang seyogianya dilakukan? Berikut perbincangan dengan pakar transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno.
Bagaimana pandangan anda soal pengelolaan transportasi selama arus mudik dan balik kali ini secara keseluruhan?
Belajar dari kasus exit tol Brebes Timur tahun lalu, tampaknya persiapan pemerintah untuk mudik lebaran tahun ini lebih serius. Contohnya, koordinasi lapangan di bawah Kepala Korps Lalu Lintas. Jadi sekarang dari pucuk pemimpin dapat melakukan rekayasa lalu lintas sejak awal perjalanan. Jika dalam kondisi darurat perlu pertolongan segera mungkin, ada tambahan instansi lain, seperti Basarnas.
Tahun lalu di setiap kepolisian daerah (polda) muncul ego sektoral. Kemudian, kapasitas jalan juga bertambah dengan pemfungsian beberapa ruas tol yang belum beroperasi, sehingga dapat digunakan sebagai jalan fungsional.
Sudah manusiawikah?
Meski masih banyak yang harus dibenahi, kini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Ke depan tetap harus meningkatkan perbaikan dan penataan sehingga menjadi lebih baik.
Sudahkah memperhitungkan benar sisi keadilan bagi segenap pengguna moda transportasi?
Langkah cepat pemerintah untuk memperpanjang jalan tol dan meningkatkan daya tampung jalan patut diapresiasi. Dalam dua-tiga tahun, jalan tol dapat mengurangi kemacetan lalu lintas saat mudik. Namun kemacetan akan bertambah parah empat-lima tahun mendatang, sehingga jalan tol sebenarnya tidak menyelesaikan persoalan dasar kemacetan masa lebaran.
Berdasar data Kementerian Perhubungan 2017, jumlah kendaraan bermotor pada arus mudik 2013 bertambah lebih dari dua kali lipat, baik mobil maupun sepeda motor. Pada 2013, pemudik dengan mobil mencapai 1.513 juta unit dan sepeda motor 2.043 juta unit. Pada mudik Lebaran 2027, diprediksi mobil 3.482 juta unit dan sepeda motor 6.069 juta unit. Dalam kurun waktu empat tahun, mobil naik dua kali lipat dan sepeda motor naik tiga kali lipat.
Sebanyak apa pun jalan yang akan dibangun tidak akan mampu mengalahkan pertambahan jumlah kendaraan. Jika pemerintah tidak menambah jumlah transportasi umum massal dari Jakarta ke daerah dan memperbaiki transportasi umum di daerah, kemacetan panjang pada musim mudik bakal bertambah setiap tahun.
Apa langkah antisipasi yang (seharusnya) dilakukan pemerintah, agar tak terjadi lagi, misalnya, kemacetan parah di Brexit (Brebes Exit) yang memakan korban?
Langkah antisipasi berupa se-update mungkin memberi informasi mudik, walau sudah ada penambahan kapasitas jalan. Selama ini, pemudik kurang minat langsung menggunakan jalur nontol. Mereka khawatir menghadai kemacetan karena ada perlintasan sebidang dan menyebabkan antrean panjang.
Beberapa perlintasan sebidang yang memunculkan antrean kendaraan cukup panjang sudah dikurangi secara bertahap. Sekarang sudah ada empat perlintasan tidak sebidang seperti di Klonengan-Prupuk, Dermoleng-Ketanggungan, Kretek-Paguyungan, dan Kesambi.
Bagaimana pula dengan infrastruktur jalan, jembatan, dan rest area?
Dalam kondisi normal masih cukup. Namun dalam kondisi mudik lebaran, rest area memang perlu ditambah. Namun sulit kalau menambah rest area di jalan tol, karena lahan terbatas. Karena itu, pemudik disarankan tidak selalu menggunakan tol. Masih ada jalan selain tol.
Bagaimana pula penanganan permanen dalam pengelolaan transportasi lebaran?
Mulai sekarang harus mengejar target penataan transportasi umum antarkota di Pulau Jawa dan di daerah lain. Dengan demikian, kapasitas jalan yang dibangun masih dapat dimanfaatkan untuk 50 tahun ke depan.
Karena arus mudik dan balik rutin terjadi, adakah penangan menyeluruh yang bersifat permanen pula?
Tentu saja penananganan harus bersifat permanen. Tidak hanya disiapkan untuk arus mudik. Namun pertambahan kapasitas jalan juga disiapkan untuk mengantisipasi kepadatan kendaraan yang terus meningkat setiap tahun.
Bagaimana pula dengan kecenderungan perbaikan jalan menjelang puasa dan lebarandengan penyelesaian yang acap terlambat?
Perbaikan jalan menjelang lebaran sebenarnya tidak perlu terjadi, jika tidak terjadi kerusakan jalan. Perbaikan yang tidak selesai saat arus mudik disebabkan oleh sistem penganggaran dan lelang dibandingkan dengan waktu lebaran yang maju 11 hari. Di sisi lain, agar tidak banyak jalan rusak parah, manajemen mobilisasi transportasi barang harus ditata lagi. Sekarang sudah mulai penataan jembatan timbang setelah diambil alih pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga perlu menata transportasi umum. Pemerintah Kota Surakarta dapat dijadikan contoh bagi pemerintah daerah se- Indonesia bagaimana cara menata transportasi umum.