Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengingatkan pemerintah bahwa hasrat menekan disparitas harga antar wilayah antara lain melalui tol laut semestinya juga mengedepankan aspek angkutan darat.
"Mereduksi disparitas harga itu tidak hanya penyediaan angkutan laut dan angkutan udara dengan skema subsidi, tetapi juga mesti memperhatikan aspek transportasi daratnya," tutur Peneliti Laboratorium Transportasi dan Pengajar Jurusan Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.
Kepada aksi.id dan beritatrans.com, dia mengemukakan komoditas yang diangkut pesawat terbang dan kapal membutuhkan angkutan darah untuk tiba di pedagang. "Tidak bisa komoditas itu jalan sendiri. Bisa menumpuk di bandara dan pelabuhan," cetusnya.
Karena itu, dia menuturkan pemerintah dalam hal ini Kemenko Kemaritiman, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan semestinya memperhatikan angkutan darat tersebut. "Angkutan daratnya disubsidi juga seperti halnya angkutan laut dan angkutan udara," ujarnya.
Namun fakta memperlihatkan Perum DAMRI, yang ditunjuk pemerintah sebagai operator angkutan darat dalam konteks tol laut dan menekan disparitas harga, ternyata tidak disubsidi. "Berbeda dengan pelni dan ASDP, ditunjuk sebagai operator dalam kaitan tol laut, mendapat subsidi dari APBD. DAMRI malah tidak disubsidi," ujarnya.
Karena itu, dia mendesak pemerintah untuk segera membuat skema subsidi kepada Perum DAMRI agar BUMN ini dapat segera bergerak dengan efektif dalam memberikan dukungan terhadap upaya mulia pemerintahan Jokowi-JK menekan disparitas harga.
KLAIM PEMERINTAH
Sebelumnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengklaim pembangunan tol laut selama tiga tahun pemerintahan Jokowi diklaim berhasil menekan perbedaan harga antar wilayah di Indonesia sebesar 20 hingga 40 persen.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan selama tiga tahun terdapat 13 lintasan di jalur tol laut yang dilaksanakan oleh perusahaan pelat merah PT Pelni (Persero) maupun swasta.
"Ini (tol laut) berhasil mengurangi disparitas harga 20 hingga 40 persen," ujar Budi saat memaparkan pencapaian tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo di Gedung Binagraha, Selasa (17/10).
Guna mendukung tol laut, pemerintah telah membangun berbagai infrastruktur penunjang konektivitas yang menjangkau daerah tertinggal, terluar dan terdalam (3T). Misalnya, dermaga di timur Sumatera dan di barat Kalimantan dan pelabuhan di utara Sulawesi dan Kalimantan.
Selain tol laut, Kemenhub juga menjalankan program sentra logistik Rumah Kita untuk menempatkan barang-barang yang dibawa melalui tol laut. Di sentra logistik, harga semen di Wamena turun dari Rp500.000 menjadi Rp300.000 Puncak Jaya Rp2,5 juta menjadi Rp1,8 juta, Jaya Pura Rp95.000 menjadi Rp85.000 dan Nabire Rp85.000 menjadi Rp75.000.
Selain jalur laut, upaya perbaikan konektivitas untuk menekan disparitas harga juga dilakukan melalui jalur udara melalui tol udara, misalnya di Papua. Bandara utama yang menjadi bagian dari program yang akan segera diluncurkan ini berada di Timika, Wamena, dan Dekai. Untuk tahap awal, rute dari tol udara ini ada 12 rute.
Selain di Papua, Kemenhub juga telah membangun empat bandara yang melayani penerbangan pesawat kecil di Nusa Tenggara Timur.
"Di wilayah NTT, misalnya, yang memang merupakan pulau-pulau secara intensif Kemenhub membangun banyak bandara, di mana hampir di setiap pulau ada bandara," ujarnya.
Budi mengingatkan, fokus pemerintah adalah menciptakan pemerataan pembangunan. Artinya, pembangunan tidak hanya terpusat di pulau Jawa, tetapi seluruh Indonesia.