Bonus demografi yang akan dialami Bangsa Indonesia dimana penduduk dengan usia produktif 16-64 tahun jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia lainnya, dalam beberapa tahun ke depan akan berbuah sebagai peluang atau tantangan. Mengingat pada saat ini banyak kasus radikalisme dan fundamentalisme agama yang melibatkan anak muda meskipun di sisi lain banyak pula anak-anak Indonesia yang membawa nama Indonesia harum di ajang internasional.
Putri Indonesia Perdamaian 2017 Dea Rizkita menyatakan, untuk mengharumkan nama bangsa banyak caranya antara lain mengikuti ajang kontes kecantikan seperti dirinya. Tetapi jika tidak, bisa melalui ajang lain misalnya di bidang olahraga dan masih banyak bidang lainnya yang pasti dalam kegiatan positif.
“Kalau bisa jadi atlet lebih, anak muda harus bisa menjadi motor. Saat ini anak muda jauh dari peperangan fisik dan menumpahkan darah tetapi anak muda jaman sekarang lebih banyak berdebat di sosial media dan menimbulkan e-war di dunia maya. Memang kecil tetapi fatal,” kata Dea dalam Talkshow “Kebangsaan di Dadaku Kami Satu Indonesia” Memeringati 89Tahun Sumpah Pemuda di Unika Soegijapranata, kemarin.
Perkembangan teknologi memang sangat membantu terutama media online, bagaimana bisa menguasainya dan bukannya manusia yang dikuasai oleh teknologi. Bagaimana menyaring informasi di media sosial dengan baik, tidak mudah percaya, tidak langsung share dan tidak mudah tersulut emosi.
“Sebelum mempercayai informasi dari sosial media, baiknya cari sumber lain dan kalau pada akhirnya mempercayai informasi tersebut. Tidak perlu membagikannya kembali ke dunia maya karena pendapat itu merupakan pendapat pribadi,” tutur peringkat ketiga Putri Indonesia tersebut.
Peraih gelar Best National Costume, Miss Popular Vote dan Top Ten Miss Grand International 2017 di Vietnam itu menambahkan, ketika menemui perdebatan seperti itu akan melihat dulu persoalannya dan jika menjadi kapasitasnya maka akan menengahi.
Pengurus Wilayah Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Tedi Kholiludin menyatakan, Indonesia memang akan mengalami bonus demografi tetapi Human Development Indeks sangat rendah dimana dari 180 negara Indonesia berada di peringkat 111 sedangkan di ASEAN dari 10 negara, Indonesia pada peringkat enam. Ketika dilakukan assesment siswa dari 70 negara dengan diuji matematika, sains dan membaca, Indonesia ada pada peringkat ke 64.
“Tetapi ketika dilakukan survei tingkat kebahagiaan siswa pergi ke sekolah, Indonesia ada pada peringkat teratas. Sebaliknya Singapura yang tinggi dalam matematika, sains dan membaca justru rendah tingkat kebahagiaan siswanya saat pergi ke sekolah,” tutur Koordinator Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) itu.
Sisi lain, kondisi saat ini banyak dari usia produktif yang terlibat readikalisme dan fundamentalisme agama. Sebagian dari mereka adakah anak muda yang terpengaruh entah dari ideologi atau dari guru yang mengajari siswanya, mungkin dari sosial media.
“Pendidikan mempunyai pengaruh terhadap radikalisme tetapi tidak bisa digeneralisir karena ada kelompok yang well educated terjerembab ke radikalisme. Faktor ekonomi juga menjadi sebab tetapi bisa saja tidak karena ada PNS yang secara ekonomi mapan juga terjebak dalam radikalisme,” tambahnya.
Sementara Kepala Kampus Ministry Unika Romo Aloysius Budi menceritakan, bagaimana mengampanyekan perdamaian, toleransi antar umat beragama selama 10 tahun belakangan. Baik dengan kaum muda maupun tua di berbagai tempat di Jawa Tengah maupun DIY.
“Sayangnya sampai saat ini kok saya belum dapat kader yang bisa menggantikan,” tambah Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah itu.
(āŗhttp://www.suaramerdeka.com)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakanĀ Serah