Diskusi panel tentang Masa Depan Wayang Orang Indonesia, telah diselenggarakan di kampus Unika Soegijapranata pada hari Selasa (19/12). Acara yang dihadiri oleh perwakilan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Dinas Kepemudaan, Olahraga Dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Jawa Tengah, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Asosiasi Travel Agent Indonesia (Asita) Jawa Tengah, Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) Jawa Tengah dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata Indonesia (STIEPARI) ini telah berlangsung dengan menghasilkan beberapa catatan penting terkait pengembangan dan pelestarian budaya wayang orang Indonesia.
Acara yang dimoderatori oleh Dr. Rachmat Djati Winarno, MS ini mengulas tentang banyak kajian yang dipaparkan oleh beberapa pembicara yaitu Prof. Dr. Ridwan Sanjaya, MS., IEC (Ketua peneliti sekaligus Rektor Unika Soegijapranata), Muhammad Neil El Himam (Direktur Fasilitasi TIK BEKRAF), Trenggono, S.IP., M.Par (Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata mewakili Kepala Disporapar Jateng), dan Dr. Dhanang Respati Puguh (Pengelola Ngesti Pandawa sekaligus Dosen FIB UNDIP).
Dalam paparannya, Prof. Ridwan menyampaikan bahwa Teknologi Informasi memainkan peran yang signifikan dalam pengembangan pertunjukan Wayang Orang sebagai industri kreatif kesenian secara berkelanjutan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian di tahun pertama yang berhasil menghubungkan wisatawan dari luar kota dan luar negeri untuk datang ke Wayang Orang Ngesti Pandawa. Selain website, sosial media, dan aplikasi mobile untuk Ngesti Pandawa, transaksi penjualan tiket yang dikerjasamakan dengan Tiket.com berhasil mempermudah wisatawan dari luar kota dan luar negeri dalam membeli tiket secara online.
“Untuk pengembangan wayang orang kita harus melihat pada generasi millennial, centennial atau Alpha karena generasi ini yang akan menjadi prospek masa depan. Dan harus diakui bahwa kita harus berubah jadi kalau sekarang ini eranya adalah era disruptive innovation, ini istilah-istilah yang banyak dipakai oleh banyak perguruan tinggi saat ini. Jadi kalau mau bertahan, diri kita sendiri harus diganggu, kalau tidak ya ada yang akan mengganggu dari pihak luar, sehingga hal ini sudah tidak bisa dihindari bahwa teknologi memang harus berperan dalam dunia pertunjukan,”jelasnya.
Sementara Trenggono melihat dari sisi kekhasan yang dimiliki oleh orang Semarang melalui Ngesti Pandawa sebagai brand kota Semarang,“Jika kita bicara atraksi Ngesti Pandawa sebagai brandnya kota Semarang maka kita bicara tentang destinasi yang tidak akan terlepas dengan apa yang dinamakan 3A yaitu Atraksi, Aksesbilitas dan Amenitas. Dari sisi atraksi dan aksesbilitas maka dari sisi manapun kita bisa, tinggal amenitas yang ada disekitar sana itu yang perlu kita tata lagi, supaya para wisatawan itu kerasan di sekitar Ngesti Pandawa,”ucap Trenggono.
“Ngesti Pandawa bukan hanya untuk tempat rekreasi secara ragawi saja tetapi Ngesti Pandawa adalah laboratorium hidup dan laboratorium budaya yang menjadi konservasi jati diri budaya sebagai suatu bangsa. Selain itu bagi orang Jawa, Ngesti Pandawa itu juga mempunyai nilai-nilai spiritual atau ngunduh wohing pakarti, sehingga hal ini akan menjadi menarik kalau bisa dinarasikan dan dikembangkan ke depannya dengan dukungan semua pihak, tidak hanya pemerintah saja atau akademisi saja tetapi juga semua pihak termasuk pebisnis dan tourism ”imbuhnya.
Diskusi panel kali ini juga melibatkan pengelola hotel, pengelola wisata, pemandu wisata, serta praktisi kesenian dan budaya di Jawa Tengah. Sehingga hasil diskusi ini diharapkan dapat menjadi jawaban dalam pengembangan Wayang Orang sebagai industri kreatif kesenian di masa yang akan datang.(Fys)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah