Ahli pada Laboratorium Transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menilai, selain keberadaan jembatan penyeberangan orang (JPO) di Kota Semarang tak maksimal, pun telah disalah fungsikan.
Berdasarkan Djoko, jembatan penyeberangan orang adalah salah satu fasilitas buat pejalan kaki yang semula untuk menyeberangkan orang, tapi lebih dimanfaatkan untuk memasang iklan.
“Kini, kegunaan JPO berubah untuk memasang iklan. Masalah ini diakibatkan pembiayaan JPO tak memakai APBD, tapi minta bantuan CSR atau pemasang iklan,” kata Djoko kepada Tribun Jateng, Selasa (20/2/2018).
Sebenarnya, ujarnya, sah-sah saja memakai dana bantuan CSR. Dengan note selama pembangunan JPO memperhatikan aspek teknis dan transportasi buat pejalan kaki. Dengan sekian APBD boleh digunakan untuk membangun fasilitas yang lain.
Terkait kegunaan JPO, Djoko memaparkan, pada Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Kemudian Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan semua jalan yang dipakai untuk kemudian lintas umum haruslah dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat.
Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, kandang penyeberangan, dan fasilitas lain. Salah satu kandang penyeberangan yakni berupa jembatan penyeberangan orang (JPO).
“Pejalan kaki haruslah memakai bagian jalan yang diperuntukkan buat pejalan kaki atau jalan yang paling tepi. Atau menyeberang di kandang yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Ya menambahkan, berdasarkan PP 79 Tahun 2013 tentang Koneksi Kemudian Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan fasilitas pejalan kaki meliputi kandang penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan, rambu kemudian lintas, atau alat pemberi isyarat kemudian lintas, trotoar, jembatan penyeberangan, dan terowongan penyeberangan.
“Kandang penyeberangan pejalan kaki disediakan khusus untuk pejalan kaki. Kandang penyeberangan pejalan kaki berupa penyeberangan di jalan, terowongan, atau jembatan penyeberangan,” paparnya.
Mengenai penempatan, kandang penyeberangan pejalan kaki mesti memperhatikan volume kemudian lintas kendaraan, volume pejalan kaki, tata guna lahan, status dan kegunaan jalan. Kandang penyeberangan pejalan kaki bisa dipakai kandang penyeberangan pesepeda jika tak tersedia kandang penyeberangan pesepeda.
Djoko menyampaikan, tangga yang terjal dengan kemiringan 45 derajat pastinya kurang manusiawi dan dipastikan tak banyak orang hendak menggunakannya. JPO yang dirancang dengan estetika kota bisa menjadi fasilitas penunjang keindahan kota.
“Perhatian pengguna JPO dari kelompok lansia, anak-anak, perempuan hamil dan disabilitas jangan diabaikan. Kemiringan tangga yang diijinkan antara 8-10 derajat,” katanya.
Kalau tak mempunyai lahan yang mencukupi, maka dari itu pembuatan JPO bisa memakai lift, semisal yang telah dibangun di Jakarta. Boleh pun memakai elevator untuk mempermudah dan menyamankan pejalan kaki.