Simulasi Sidang PBB atau yang lebih dikenal dengan sebutan Model United Nations (MUN) merupakan salah satu ajang terbesar yang diikuti oleh pelajar dan mahasiswa dari berbagai negara untuk membahas mengenai masalah dan isu global seperti pendidikan, kesetaraan gender, masalah lingkungan, politik, kebudayaan, kesehatan, narkoba, dan kemanusiaan.
Pada tanggal 16-18 Maret 2018, salah satu mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata telah mengikuti MUN yang bertempat di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Dia adalah Sebastian Romansaputra atau yang kerap disapa Sebastian. Ketika ditemui di kampus Unika Soegijapranata, ia menceritakan pengalamannya selama proses mengikuti dinamika MUN.
Ketertarikan Sebastian untuk mengikuti MUN muncul karena keinginannya untuk bisa melanjutkan studi di Columbia University, Amerika. Ia pun mendaftarkan diri di CWMUN (Change the World Model United Nation). CWMUN diselenggarakan oleh LSM dari Italia bernama Associazone Diplomatici. LSM ini berfokus dalam mengembangkan anak-anak muda di dunia.
“Dalam simulasi sidang PBB ini, kita dilatih untuk menjadi diplomasi dari suatu negara. Kita mewakili suatu negara untuk membahas isu-isu global. Misal saya dari Indonesia, belajar untuk menjadi diplomasi mewakili negara Thailand atau negara lain.”
Juara 2 SOTY (Student of The Year) tahun 2017 ini mengungkapkan cukup banyak persiapan yang dibutuhkan sebelum berangkat mengikuti simulasi sidang PBB tersebut. “Karena kita mewakili negara lain, maka kita harus belajar tentang negara itu. Kita harus mencari fakta, jurnal, bagaimana sejarah diplomasi mereka. Itu menjadi tantangan tersendiri buat aku,” ungkap Sebastian.
Persiapan Selama Satu Bulan
Ia menceritakan persiapannya untuk mengikuti MUN ini memakan waktu selama satu bulan. Mendaftar di bulan Januari, Sebastian pun harus menjalani serangkaian tes dan seleksi untuk mengikuti MUN. Salah satunya adalah seleksi wawancara. “Saat itu aku mendapat jadwal wawancara secara online dengan panitia pukul 12 malam. Rasanya deg-degan pasti, tapi itu menjadi pengalaman tersendiri buat aku. Sesi wawancara ini termasuk penting, karena di sini panitia akan menilai apakah pendaftar itu eligible atau berkompeten untuk mengikuti serangkaian acara MUN. Salah satu aspek yang dinilai adalah kelancaran berbahasa Inggris,” ucapnya.
Menurut Sebastian, kemampuan berbahasa Inggris menjadi salah satu kemampuan yang penting dan dibutuhkan oleh anak muda saat ini. Mengingat era globalisasi saat ini, generasi muda seharusnya mampu bersaing dengan generasi muda negara lain. “Yang penting berani mencoba dulu, belum terlambat untuk belajar,” pesan Sebastian.
Ia mengaku, keinginannya untuk mengikuti MUN di New York, Amerika Serikat tidak lain karena ia ingin melanjutkan studinya di Columbia University. Selain itu, ia mengatakan bahwa SOTY (Student of The Year) merupakan langkah awal bagaimana ia bisa melangkah lebih jauh lagi dengan keinginan untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi. “Aku juga merasa memiliki tanggung jawab sebagai ambassador Unika, maka itu menjadi salah satu motivasiku juga untuk mengembangkan diri dan Unika,” ujarnya.
Melalui dinamikanya mengikuti MUN, Sebastian yang saat ini juga aktif menjadi anggota senat mahasiswa universitas merasa mendapatkan softskill yang sangat berguna bagi dirinya. “Aku bertemu dengan banyak orang di sini, menambah wawasan dan relasi, dan semakin dapat mengembangkan skill komunikasi. Selain itu, di sini aku juga belajar tentang self development. Orang-orang di sana sangat tepat waktu dan open-minded. Mereka mau terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar. Mereka juga suka sharing ide dan pendapat, dan mereka sangat menghargai orang-orang yang mau mendengarkan argumen mereka,” jelas Sebastian. “Dari sini aku belajar bahwa komunikasi yang baik itu benar-benar penting dan dibutuhkan,” lanjutnya. Oleh sebab itu, menurutnya penting bagi anak muda untuk membuka wawasan terhadap isu-isu dunia dan terlibat dalam social project.
Suatu hal yang mengejutkan bagi Sebastian adalah ketika ia bertemu dengan Bill Clinton yang tengah membawakan pidato di Markas Besar PBB. “Ini surprise banget, karena nggak ada yang tahu kalau kita akan bertemu dengan Bill Clinton,” ungkapnya. Sebastian mengaku ia sangat terkejut karena tak menyangka akan bertemu dengan Bill Clinton. “Dalam pidatonya, Bill Clinton menekankan bagaimana pentingnya young force untuk mengubah dunia. Ya, itu bener banget. Kita sebagai anak-anak muda harus yakin bahwa kita punya kekuatan untuk change the world dan melatih kemampuan yang kita miliki masing-masing.”
Sebastian merasa bahwa pengalaman bisa masuk ke markas besar PBB itu adalah sesuatu yang luar biasa. Ia juga mengisahkan bagaimana culture shock yang dialaminya ketika sampai di New York. “Waktu itu suhu di New York mencapai -2°C sampai -3°C. Ditambah dengan perjalanan selama 25 jam. Saat sampai di sana kami langsung melanjutkan perjalanan dengan subway atau kereta bawah tanah dan kegiatannya memang cukup padat. Tapi Puji Tuhan, semuanya bisa berjalan dengan lancar,” terang Sebastian.
Simulasi Sidang PBB
Ia menceritakan bagaimana pengalamannya selama 3 hari mengikuti simulasi sidang PBB. “Di hari pertama, kami dikenalkan dengan beberapa peraturan seperti tata cara berlangsungnya sidang PBB,” ungkap Sebastian. Ada beberapa ruang sidang yang digunakan berdasarkan komisi-komisi yang ada. Komisi-komisi yang tergabung dalam PBB antara lain adalah General Assembly yang membahas penggunaan senjata nuklir, UNICEF tentang anak-anak, komisi narcotics and drugs, women equality, komisi teknologi, dan lain sebagianya.
Sebelumnya, para peserta diharuskan membuat sebuah Position Paper atau karya tulis yang berisikan 3 poin utama yang harus didiskusikan saat sidang simulasi PBB. “Waktu membuat paper itu, pertama aku salah lalu aku harus mengulangi lagi. Meringkas lagi sampai benar-benar sesuai dengan ketentuan yang diberikan. Itu jadi challenge tersendiri bagiku,” ucapnya.
Simulasi sidang diawali dengan discussing motion. Di sesi ini, para peserta sidang yang menjadi delegasi setiap negara menentukan topik atau mosi yang akan dibahas pada sidang nantinya. Pertama-tama, dibuka kesempatan bagi para delegasi yang ingin mengusulkan suatu topik untuk dibahas. Waktu yang diberikan untuk memaparkan mosi hanyalah selama 1 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi pemilihan topik secara voting. Mosi dianggap sah apabila disetujui lebih dari 20 delegasi yang hadir.
Sebastian menceritakan, tidak semua delegasi yang ada mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat. Seperti contohnya di ruang rapat GA1, Delegasi yang lebih banyak didengar adalah mereka yang mewakili negara-negara berkembang yang masih berada dalam situasi yang sulit, seperti peperangan di daerah Timur Tengah. “Di sini aku merasa kalau mereka benar-benar berkeinginan untuk menyatakan pendapatnya. Aku bersyukur sekali karena waktu itu aku mendapat kesempatan untuk menyatakan argumentasi dan pendapatku di tengah banyak orang. Karena ada banyak delegasi negara lain yang nggak mendapat kesempatan untuk berbicara,” kata Sebastian.
Di dalam sidang PBB yang disimulasikan, terdapat sistem berjalannya sidang tersebut. Sistem ini disebut sebagai general caucus. General caucus terbagi menjadi dua jenis yakni, moderated caucus dan unmoderated caucus.
Selama sidang, para delegasi saling menyataka
n argumennya dalam menbahas suatu mosi atau topik secara politik di dalam ruang sidang. Sistem ini dikenal sebagai moderated caucus. Namun, para delegasi juga dapat meminta tambahan waktu selama beberapa menit kepada chair atau pemimpin sidang apabila ada hal-hal yang perlu dinegosiasikan dengan delegasi negara lain secara pribadi. Sistem inilah yang disebut sebagai unmoderated caucus. Sidang dapat berlangsung selama 9 jam dari pukul 9.30 pagi hingga pukul 6 malam dengan diselingi waktu istirahat selama 2 jam. Sebastian sendiri merasa waktu yang cukup panjang itu terasa cepat baginya karena mengikuti jalannya sidang yang sangat menarik.
“Dari sini aku belajar bagaimana kita bisa melatih diri kita untuk berani berbicara di depan umum. Tentu saja sebelum kita mengungkapkan pendapat kita, maka kita harus menyusun apa yang akan kita sampaikan secara terstruktur dan rapi supaya kita bisa menyampaikannya dengan baik,” tutur Sebastian.
Di dalam debat tersebut, negara-negara merasa memiliki kesamaan berkumpul dan membentuk kubu. Tiap kubu yang terbentuk akan saling bernegosiasi dan mengusulkan tawaran yang terbaik untuk membantu menyelesaikan permasalahan dari topik yang dibahas.
Di akhir sidang, setiap kubu yang terbentuk akan membuat dan mengusulkan suatu Draft Resolution yang berisikan kesepakatan-kesepakatan yang nantinya akan disetujui bersama oleh seluruh perwakilan negara yang hadir. Draft Resolution yang disetujui oleh lebih dari 20 perwakilan negara dianggap sah dan akan menjadi sebuah Resolution.
Coba Dulu Sampai Usaha Terbaikmu
Sebastian mengaku tak pernah menyangka bisa sampai ke Amerika. Hal itu tidak pernah terlintas di pikirannya sebelumnya. Ke depannya, Sebastian berharap supaya Unika Soegijapranata bisa mengirimkan lebih banyak lagi mahasiswa ke forum-forum global di tingkat internasional. “Karena melalui pengalaman seperti ini, banyak banget hal yang bisa kita dapatkan. Kita juga menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah,” tuturnya.
Ia pun berpesan supaya tidak mudah menyerah sebelum mencoba sesuatu. “Nggak usah takut dulu dalam biaya. Coba saja dulu sampai usaha terbaikmu. Masih ada waktu untuk berjuang. Nggak usah takut karena pasti ada jalan.” Sebastian bercerita bahwa mahasiswa yang mengikuti MUN bukan hanya berasal dari jurusan hubungan internasional saja, melainkan ada pula mahasiswa dari jurusan kedokteran, arsitektur, dan ekonomi. Ia cukup terkejut akan hal itu.
Di akhir wawancaranya, Sebastian menyampaikan ungkapan terima kasihnya kepada pihak-pihak yang telah mendukungnya selama ini. Secara khusus, ia menyampaikan terima kasihnya kepada PT Karyadeka Alam Lestari BSB Developer sebagai sponsoship utama perjalanannya ke Amerika. Tak lupa ia juga berterima kasih kepada Prof. Dr. F. Ridwan Sanjaya, SE., S.Kom., MS., EIC selaku Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., M.Sc. selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan, B. Danang Setianto, SH., LL.M., MIL selaku Wakil Rektor IV bidang kerjasama, Dr. Ir. Djoko Suwarno, M.Si. selaku dekan Fakultas Teknik, Daniel Hartanto, ST., MT. selaku kepala program studi teknik sipil, Dr. Ir. Maria Wahyuni, MT. selaku dosen program studi teknik sipil dan kepada seluruh staf program studi teknik sipil serta teman-teman yang selalu memberikan dukungan. (B.Agth)