Oleh : Ch. Koesmartadi
Saat ini dunia pendidikan arsitektur di Indonesia tengah di ramaikan dengan hadirnya sosok warna arsitektur, yakni nusantara. Kehadirannya telah mendapat sambutan yang beragam, ada yang menganggap sebuah hal biasa, ada yang melihat sebagai kemunduran, ada juga sebagai pencerahan arsitektur yang menjadi masa depan arsitektur Indonesia. Tanpa mengetahui lebih mendalam apa itu dan bagaimanakah arsitektur Nusantara niscaya kita akan kesulitan melihatnya. Guna mengenal lebih dekat maka kita lihat dahulu beberapa hal tentang arsitektur Nusantara melalui apa itu arsitektur Nusantara dan cara pandangnya.
1. Indonesia oleh UNESCO telah diakui dan ditetapkan sebagai negara dengan peninggalan budaya paling banyak, kita kaya ragam budaya 570-an rumah adat tersebar di 17.000-an pulau dengan 570 rumah adat, berarti kita kaya akan produk budaya.
2. Kita hidup di antara ring of fire dimana sesar gempa bumi aktif berada di kepulauan Indonesia sehingga banyak pembelajaran tentang arsitektur nusantara yang relefan untuk masa kini
3. Kita hidup di negara beriklim dua musim, negara kita hanya ada musim hujan dan musim kemarau. Kalau kita melihat karakter tersebut bukanlah kita ini mensyaratkan menghuni bebas kena panas dan hujan, dengan kata lain kita ini hidup ini hidup bernaung, berarti atap menjadi syarat minimal jika kita berarsitektur.
Hal ikhwal tentang Arsitektur Nusantara
1. Arsitektur Nusantara, arsitektur Indonesia, arsitektur anak bangsa, tujuannya adalah lebih mengenalkan akan arsitektur di Bumi Pertiwi sendiri bahkan ke mancanegara
2. Karena lama kurang dibahas sehingga arsitektur nusantara menjadi terkesan sangat kuno dan ketinggalan jaman, namun menyimpan banyak keunikan.
3. Objek pembelajaran arsitektur nusantara dicapai melalui kasuskasus rumah adat yang tersebar di Indonesia, sedang tujuan utama adalah bagaimana menyajikan karya anak bangsa tersebut dalam bentuk mengkini/ modern. Kita tidak bisa mengungkap arsitektur anak bangsa yang modern tanpa belajar dari rumahrumah adat yang ada di Indonesia sebagai obyek kajian yang bisa dimodernkan.
Pernyataan Pak Galih (Alm) :, ”Kita memiliki laboratorium paling lengkap di dunia, tinggal bagaimana kita mempelajari’’ Ada baiknya untuk melihat secara dekat perlu pembahasan apa itu arsitektur Nusantara. Globalisasi adalah kesempatan untuk mengglobalkan arsitektur Nusantara, untuk menjadikan arsitektur Nusantara sebagai sumbangan internasional dibidang arsitektur (Prijotomo. 2004: 7). Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur.
Mengenali dan belajar arsitektur Nusantara berarti memahami karakter kesetempatan, termasuk di dalamnya iklim dwi musim dan kegempaan sebagai karakter pembentuk. Jadi arsitektur Nusantara dilihat sebagai karakter arsitektur pernaungan, sehingga atap menjadi unsur utama, pertama dan primer, dinding tidak lagi primer tetapi sekunder. Arsitektur Nusantara bukanlah arsitektur tradisional, walaupun keduanya menunjuk pada sosok arsitektur yang sama yakni arsitektur yang ditumbuhkembangkan oleh demikian banyak anak bangsa atau suku bangsa di Indonesia. Serangkaian ikwal berikut ini dicoba untuk dimunculkan sebagai penegas dan pemastian atas kebedaan arsitektur Nusantara dari arsitektur tradisional.
Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan dipangkalkan dari filsafat ilmu, ilmu dan pengetahuan arsitektur (Prijotomo. 2004: 9). Mengapa selama ini arsitektur nusantara begitu tenggelam ?
Sebuah tulisan menarik, ternyata salah satu penyebab kerusakan arsitektur nusantara adalah sehubungan dengan lamanya penjajahan. Semula setiap pembangunan di Indonesia awalnya didasarkan atas prasarat kedewaan, seperti pada keraton, konsep ini diwujudkan dan merupakan hal yang pantas ditiru dan di perbaharui konsep sudah lama nyaris hilang oleh penjajahan Belanda atas arsitektur Indonesia.
Penjajahan ini mengakibatkan kekosongan dalam interpretasi simbolik dan kosmis dalam bidang arsitektur dengan kerugian yang sampai saat ini belum dapat diperbaiki (Frick. 1997: 63) Di dalam pendidikan arsitektur nampak lekat dengan pengaruh Barat khususnya dalam proses desainnya, yang bermula dari penelusuran, pencarian konsepkonsep, pembuatan diagram, studi bentuk yang akhirnya bermuara pada perwujudan bentuk. Lain halnya dengan kebiasaan kita (Timur) dalam mendesain adalah melalui proses-proses, mencoba, memperbaiki, meralat (Frick Heinz. 1997: 54), inilah yang sebenarnya perlu di capai karena sebenarnya kita berasal dari arsitektur tanpa tulis, sehingga sketsa arsitektur sebagai program inilah yang perlu dikembangkan.
Pendidikan arsitektur pertama kali ada di ITB tahun 1950 disusun atas dasar kurikulum yang berasal dari Belanda sehingga kurang sesuai dengan kondisi Indonesia. Kurikulum berorientasi pada Barat, dikombinasi dengan para dosen hasil didikan Barat (Frick: 1997: 3) kadang cukup menghambat perkembangan arsitektur bercirikan Nusantara. Guna melihat dari dekat tentang karakter arsitektur Nusantara, maka perlu diurai atas beberapa aspek dasar arsitektur nusantara (disarikan dan dikembangkan dari berbagai tulisan Prijotomo):
1. Geografis, melibatkan lautan dan daratan. Kita hidup di negara kepulauan Nusanara dengan 17.000-an pulau dan 70% lautan dan 30% daratan, tentunya lautan juga menjadi fokus kajian.
2. Iklim, dua musim, panas dan hujan. Kita hidup di negara dengan dua musim, musim hujan dan musim kemarau, yang keduanya merujuk pada bagaimana kita tetap bisa hidup dengan dua sifat iklim tersebut.
3. Sifat dengan alam, pernaungan Menyadari sifat alam di negara tropis maka bagaimana kita menyiasatinya, sehingga istilah pernaungan, payung serta shelter menjadi prasarat agar kita secara minimal terbebas dari segala unsur negarif dari sifat alam. Logikanya sebuah bangunan sebuah struktur bertiang dan beratap tapi tidak berdinding. Serta berselimut alam
4. Material, arsitektur organic (kayu), pelestarian dan pengawetannya Bangunan arsitektur nusantara melalui rumah-rumah adat terbuat dari kayu pada masa lalu perapian digunakan untuk mengawetkan konstruksi. Sedang pelestariannya dilakukan dengan cara mengganti sehingga bisa dikatakan sebagai kesementaraan.
5. Tampang, bersolek diluar Tidak ada perbedaan perlakuan hidup di dalam dan di luar rumah, sehingga kehidupan manusia di luar pun dipandang sebagai proses berarsitektur. tampangpun menjadi obyek saat kita di luar.
6. Dilalui jalur gempa bumi, bangunan aman gempa. Kepulauan Nusantara dilalui banyak jalur gempa bumi, sering kali terjadi gempa bumi dan memakan korban manusia. Arsitektur Nusantara pada umumnya menggunakan struktur bergoyang, secara visual bisa kita jumpai konstruksi ikat, sambungan pen lubang dan pasak, jenis-jenis konstruksi ini memungkinkan struktur bergoyang pada saat terjadi gempa bumi.
7. Kelembapan tinggi, Curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembapan dan butuh banyak resapan dan ketika panas menyengat maka air yang meresap didalam tanah dapat dikembalikan keudara yang panas melalui penguapan, mengapa dahulu kita menerapkan rumah panggung sebagai karakter arsitektur ? Serangkaian hal ihwal berikut ini dicoba untuk dimunculkan sebagai penegas dan pemastian atas perbedaan arsitektur Nusantara dan arsitektur tradisional. Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan di
pangkalkan dari filsafat, ilmu pengetahuan arsitektur. (53)
Sumber data : Yayasan Rumah Asuh dan beberapa sumber tentang kegempaan
Sumber data: Tulisan Prijotomo nama Ch. Koesmartadi Ir, MT status Dosen tetap Progdi Arsitektur Unika Soegijapranata Semarang Peminat Arsitektur Nusantara
►https://www.suaramerdeka.com, Suara Merdeka 13 Mei 2018, hal. 14