Entah dari mana mulanya–sampai tiba-tiba kita menyadari, persoalan ekonomi dan lingkungan berhadap-hadapan seperti layaknya buah Simalakama. Artinya, ketika kepentingan ekonomi diutamakan, maka kepentingan lingkungan boleh dikorbankan. Dan, sebaliknya, ketika kepentingan lingkungan dipertahankan, maka kepentingan ekonomi akan disingkirkan.
Padahal, terkait ini–Lingkungan sejatinya kita pinjam dari anak cucu. Ketika paradigma soal lingkungan seperti itu, maka kita mesti mengembalikan ke anak cucu dengan utuh. Kalau tidak, maka kita bakal malu.
Dalam situasi negara yang sedang didera defisit neraca berjalan selama bertahun-tahun tidak selesai. Keputusan sedang dibuat–di mana lingkungan seakan-akan disingkiran dan persoalan ekonomi dan investasi didahulukan dengan munculnya kebijakan baru yakni wacana pemerintah menghapus izin lingkungan atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) demi kelancaran investasi.
Pertanyaan kita, apakah demi investasi dan rezeki hari ini—kita mesti mengorbankan pinjaman anak cucu kita tidak pulih? Ataukah ada cara lain selain menghapus AMDAL—sedangkan pengawasan Amdal selama ini juga belum maksimal? Haruskah kita ditawan “the tyrani of the OR” atau “tirani ATAU” dalam persoalan ekonomi dan lingkungan? Atau kita bisa mencapai “the genuine of the And” dalam persoalan ini? Bagaimana jalan keluarnya?
Menguji dan menjawab persoalan-persoalan ini, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Sudharto P. Hadi (Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang), Prof Andreas Lako (Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) Unika Soegijapranata Semarang), dan Achmad Rozani (aktivis Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)).
Listen to 2019-11-27 Topik Idola – Prof. Andreas Lako byRadio Idola Semarang on hearthis.at