Oleh: Djoko Setijowarno*)
Kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) akan memberikan nilai positif bagi pemerintah daerah meningkatkan kualitas layanan transportasi. Pemda yang cerdas akan menciptakan sejumlah program untuk menopang kebijakan ini. Namun sebaliknya, pemda bisa menganggap program ini gangguan kepemimpian di daerahnya. Hal ini merupakan tantangan bagi BPTJ untuk mewujudkan ERP.
Jumpa Pers Akhir Tahun Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada 2 Desember 2019, menyebutkan capaian indikator kinerja utama untuk moda share 32 persen, kecepatan rata-rata 22,86 persen dan coverage area angkutan umum 67 persen. Studi yang dilakukan JUTPI menghitung di tahun 2018 telah terjadi 88,8 juta pergerakan per hari. Hampir dua kali lipat dibanding tahun 2015, yakni 47,5 juta pergerakan per hari.
Strategi push and pull sudah dilakukan. Strategi push, yakni mendorong untuk meninggalkan kendaraan pribadi. Sejak 2018 sudah diselenggarakan manajemen lalu lintas dengan kebijakan plat kendaraan ganjil genap di jalan tol masuk Kota Jakarta. Sementara strategi pull, yaitu menarik untuk beralih ke transportasi umum.
Hal yang sudah dilaksanakan, yaitu pembangunan simpul transportasi umum (Terminal Jatijajar, Terminal Baranangsiang, Terminal Pondok Cabe di , dan Terminal Porisplawad), Transit Oriented Development atau TOD (TOD Dukuh Atas, TOD Grandhika City di Bekasi Timur, TOD Cikarang-Jababeka di Kabupaten Bekasi, TOD Gunung Putri di Kabupaten Bogor, dan TOD Rawa Buntu di Kabupaten Tangerang), dan pembangunan layanan angkutan umum (27 trayek JA Connexion, 45 trayek JR Connexion dan 58 trayek Transjabodetabek).
Jaringan KRL Jabodetabek sudah menyasar seluruh wilayah penyangga Bodetabek, bahkan sudah mencapai Rangkasbitung di Kab. Pandeglang. Bahkan, jika jaringan jalan rel menjadi rel ganda hingga Merak, layanan KRL Jabodetabek pun bisa mencapai Merak. Layanan KRL Jabodetabek sejak 2013 semakin bagus, target mengangkut 1,2 juta penumpang tidak lama lagi akan tercapai. Tahun 2013 sekitar 350 ribu penumpang per hari yang dapat diangkut KRL Jabodetabek.
Semua stasiun KRL Jabodetabek sudah dibenahi. Bahkan, secara fisik juga dibangun kembali oleh Dirjen. Perkeretaapian dengan standar layanan yang cukup mewah. Terutama lintas double-double track atau dwi ganda antara Stasiun Manggarai hingga Stasiun Cikarang. Namun, ruang parkir di stasiun selalu berkurang jumlahnya. Di satu sisi menginginkan sebanyak mungkin warga yang beraktivitas di Jakarta, akan tetapi di sisi lain harus menyediakan lahan parkir yang cukup luas.
Andaikan Pemda di Kawasan Bodetabek mau peduli dengan menyediakan layanan rute atau trayek transportasi umum dari semua kawasan perumahan dan permukiman di daerahnya menuju stasiun kereta dan halte bus terdekat, niscaya tidak perlu lahan parkir yang luas seperti sekarang ini di simpul transportasi.
Akhir tahun 2021 akan beroperasi LRT Jabodebek yang melintas Wilayah Kota Depok, Kota Bekasi dan Kab. Bekasi. Tentunya kepala daerah harus merasa turut senang. Warganya yang rutin beraktivitas di Jakarta dapat menikmati transportasi umum dan tidak harus menggunakan kendaraan pribadi. Dengan sendirinya untuk membantu agar ongkos transportasi lebih hemat lagi, sediakanlah layanan transportasi umum di masing-masing daerah penyangga ibukota Jakarta.
Penyelenggaraan transportasi umum sebagai layanan publik, pemda wajib memberikan subsidi opersional. Pemda Bodetabek merasa kurang mampu. Hal ini, sebenarnya hanya seberapa besar komitmen kepala daerah saja. Contoh, Kabupaten Tabanan Provinsi Bali yang memiliki APBD kurang dari Rp 2 triliun, sejak lima tahun belakangan ini dapat menyisihkan Rp 14 miliar diberikan buat subsidi angkot untuk mengangkut pelajar berangkat dan pulang sekolah. Tahun 2020 akan dinaikkan menjadi Rp 18 miliar.
Program subsidi angkot pelajar oleh Bupati Tabanan ini, sekarang banyak ditiru di beberapa kabupaten dan kota di Bali, Jatim dan Jateng. Setidaknya, dapat membantu kelangsungan bisnis angkot yang mulai sekarat. Di satu sisi dapat membantu keberlangsungan angkot setempat, di sisi lain terjadi pengurangan penggunaan sepeda motor oleh pelajar. Karena sudah disediakan angkutan umum yang gratis.
Saat ini, Ditjenhubdat akan menata lima kota (Medan, Palembang, Surakarta, Yogyakarta dan Denpasar) mulai tahun 2020 dengan skema pembelian layanan atau buy the service. Program ini tidak hanya dilakukan oleh pusat, tetapi menyertakan daerah dengan berbagai peran dan tanggungjawab.
Ditjenhubdat menjamin bantuan operasional selama 5 tahun. Sementara pemda harus menyediakan prasarana pendukung dan manajamen rekayasa lalu lintas. Pemerintah tidak perlu memberikan bantuan bus ke sejumlah daerah seperti yang selama ini dilakukan. Operator akan membeli armada dengan spesifikasi teknis dari pemerintah.
Hal yang sama dapat dilakukan untuk Pemda Bodetabek. Pemda Bodetabek menyiapkan masterplan atau rencana induk penataan transportasi umum di daerah masing-masing. Pemda Bodetabek tidak akan bisa mandiri untuk memberikan subsidi operasional transportasi umum di daerahnya masng-masing.
Ruang fiskal pemda terbatas, tidak memiliki kemampuan finansial cukup banyak untuk terus menerus memberikan subsidi operasional transportasi umum. Kecuali Pemprov. DKI Jakarta memiliki APBD lebih tinggi dibandingkan pemda lainnya di Indonesia. Oleh sebab itu, perlunya peran swasta sangat diharapkan melalui dana CSR atau lainnya. Tetapi pemda harus memulai memberikan contoh pola subsidi operasional, berikutnya dapat menyertakan pihak swasta berkontribusi.
Kebijakan ganjil genap sudah diterapkan ejak tahun 2016, sehingga perlu diantisipasi dengan kebijakan lain mengingat sifatnya yang bukan merupakan kebijakan jangka panjang. Jalan berbayar electronik atau electronic road pricing (ERP) lebih tepat diterapkan sebagai pengganti kebijakan ganjil genap. Sebelum diterapkan ERP di jalan nasional, perlu dipersiapkan terlebih dahulu aspek teknis, aspek hukum, aspek pembiayaan dan aspek kelembagaan.
Dua tahun lagi, akhir 2021 ditarget akan beroperasi LRT Jabodebek. Tentunya, pemda Bodebek ikut merasa senang, warganya sudah bisa menikmati transportasi umum menuju Jakarta yang sebelumnya hanya tersedia KRL Jabodetabek dan beberapa rute Bus Trans Jakarta. Meski untuk lintas LRT Jabodebek ke arah Bogor baru sampai di Stasiun Harjamukti (Depok), tetapi bisa dibuat rute layanan bus antara Terminal Baranangsiang-Stasiun Harjamukti sejauh 25 kilometer. Keberadaan stasiun lainnya harus mulai direncanakan ada layanan transportasi umum ke semua kawasan perumahan dan pemukiman di Bodetabek.
Selaras dengan pembangunan transportasi berkelanjutan dalam menata transportasi perkotaan masa depan adalah fokusnya pada memfasilitasi pada pergerakan manusia. Tujuan utamanya adalah peningkatan aksesibilitas, kualitas hidup, keberlanjutan dan lingkungan, daya tahan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan harus berimbang antara seluruh moda transportasi dan bergeser moda transportasi yang ramah lingkungan dan keberlanjutan. Perencanaan harus terintegrasi lintas sektoral yang konsisten dan saling melengkapi. (aa)
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan MTI Pusat
Tulisan serupa:
http://maritimindonesia.co.id/2019/12/pemda-bodetabek-segeralah-membenahi-transportasi-umum/