Martha Widiana Mayangsari. Gadis kelahiran Surabaya, 2 Juli 1996 ini merupakan lulusan terbaik Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata pada wisuda periode III tahun 2019. Sebelum masuk ke Fakultas Psikologi Unika, putri pasangan Agus Widarsono Tarcisius dan Maria Yosepha Dyah Widowati ini menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara, Magelang.
Martha demikian panggilan akrabnya, bercerita awal masuk Fakultas Psikologi merupakan pergulatan. Namun kemudian karena membawanya dalam doa dan penyerahan diri kepada Tuhan, Martha pun bisa melewatinya. “Semua karena Tuhan yang memberikan jalan,” tambahnya.
Setelah bangkit dari keterpurukan, Martha mulai beraktivasi di Fakultas Psikologi. Banyak suka dan duka yang dialaminya dalam perjalanan berkuliah selama 4 tahun. Mulai dari harus rapat setiap hari, ada tugas dadakan, buat tugas mepet, belajar mepet, berkumpul dan bercerita dengan teman-teman, dan banyak lainnya. Salah satunya ialah best moment yang dialaminya, yaitu mendapatkan juara 2 pada Lomba Cerdas Cermat (LCC) di Universitas Diponegoro.
“Kondisinya waktu itu aku sedang menunggu pendaftaran Beswan Djarum. Nah aku juga ingin daftar ormawa, cuma aku menundanya karena mikir kalau Beswan Djarum sendiri kerjaannya udah banyak. Jadi kalo daftar organisasi mahasiswa (ormawa) langsung juga takut keteteran,” ungkap Martha.
Pengumuman Beswan Djarum pun keluar dan Martha tidak lolos. Baginya itu berarti jalan Tuhan yang ingin membawanya berkarya melalui ormawa, tepatnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi. Walaupun demikian, persis sehari setelah pengumuman Beswan Djarum itu dia ikut Lomba Cerdas Cermat di Universitas Diponegoro dan meraih juara 2. “Itu unexpected banget sih. Kaya aku ikut LCC yang kelompok aja gak pernah tembus 8 besar. Ini sendirian dan tembus 8 besar, bahkan jadi buah bibir waktu itu. Sepertinya Tuhan ngasih jalan buatku bukan di Beswan, tapi di ormawa dan ngasih juga hadiah juara 2,” tuturnya tersenyum.
Seperti dalam setiap perjalanan, perjalanan Martha di Fakultas Psikologi pun diakhiri dengan membuat skripsi berjudul ‘Hubungan Antara Kekuatan Emosional dan Resilensi Pada Narapidana Dewasa Madya Tindak Pidana Narkotika Di Lapas Kelas I Kedungpane Semarang’.
Judul tersebut diangkat Martha karena bercermin pada pengalaman hidupnya. “Aku pertama kali diajari tentang resilensi itu sama Bu Monik (Monika Windriya Satyajati, S.Psi, M.Psi, Psikolog, red) saat semester 6. Resilensi kurang lebih kan bagaimana kita berjuang melawan keterpurukan dan bangkit kembali. Ini kaya aku banget yang berjuang melawan keterpurukan waktu itu. Akhirnya langsung menginspirasiku untuk mengangkat judul seputar resilensi,” tutur Martha.
Alasan selanjutnya mengangkat subjek narapidana karena menurutnya subjek-subjek lain, seperti mahasiswa, orang tua, orang dewasa, dsb itu sudah mainstream. Dia ingin mengangkat sesuatu yang berbeda. Apalagi menurutnya pandangan orang terhadap narapidana terlalu disamaratakan. “Padahal mereka menjadi narapidana bermacam-macam penyebabnya. Kalau yang memang berbuat kejahatan, ya memang itu adalah hukumannya. Tapi bagaimana yang tidak? Bagaimana yang hanya karena mencuri ayam atau karena dijebak? Yang seperti ini juga dianggap ‘penjahat’ oleh masyarakat dan akhirnya terpuruk. Maka aku mengangkat tentang mereka yang terpuruk juga karena keadaan yang tidak diinginkan,” tambah Martha.
Di sela-sela mengerjakan skripsi Martha memiliki kegiatan lain, yaitu menjadi asisten Laboratorium Psikologi Unika. Dia pun merasa beruntung karena bisa bekerja di sana sambil mengerjakan skripsi. “Biar otaknya gak kosong juga, tetep ada kerjaan, hehehe,” tuturnya ceria.
Akhirnya setelah perjuangan menyelesaikan skripsi selama 6 bulan, kini Martha siap diwisuda. Ada langkah baru yang harus dilakukan setelah menutup kisah yang ada di Fakultas Psikologi Unika ini. Langkah itu ditempuh gadis peraih IPK 3.93 dan predikat cum laude itu dengan melamar kerja.
Baginya bekerja merupakan salah satu caranya mengamalkan ilmu yang sudah didapatkannya saat ini. Itulah tujuannya. “Aku ingin membagikan ilmuku kepada banyak orang sehingga bisa berdaya guna bagi sesama,” harap Martha.
Pandangan yang lebih jauh dari itu, Martha memiliki cita-cita untuk membangun suatu panti rehabilitasi. Ini dilandasi oleh pengalaman orang-orang di sekitarnya yang memiliki riwayat dengan narkoba. “Aku ingin membangun panti rehabilitasi yang menguatkan iman, panti rehabilitasi yang berdasarkan dengan Tuhan dan yang bisa menyentuh sisi kemanusiaan, sesuatu yang kurang dari panti rehabilitasi Indonesia,” tambahnya.
Sungguh semuanya bagi Martha merupakan jalan dan tuntunan Tuhan pada akhirnya. Seperti moto yang selalu menjadi pegangannya sendiri, yaitu ‘manusia memulai, Tuhan menyelesaikan’. Demikian juga perjalanan hidup bagi Martha. “Ketika semuanya dipasrahkan pada Tuhan, pasti akan ada jalan dan aku udah mengalami itu”. Semoga kiranya sungguh ada bersama dan di dalam jalan Tuhan dapat menerangi setiap perjalanan hidup Martha. (FFI)
SCU Peringati 128 tahun Kelahiran Uskup Pribumi Pertama
Segenap sivitas Soegijapranata Catholic University (SCU) mengikuti Misa Syukur di