Dokter umum dan spesialis di daerah tertinggal, sangat dibutuhkan kehadirannya tetapi untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidaklah mudah. Kendala pertama menurut Bupati Malaka dr Stefanus Bria Seran MPH, adalah persoalan kebijakan penganggaran.
"Setiap kepala daerah kalau diminta memilih, membangun jembatan atau membiayai putra daerah menjalani pendidikan dokter. Pasti mereka memilih untuk membangun jembatan karena hasilnya terlihat ketika kepala daerah tersebut masih menjabat," kata Stefanus yang dihadirkan sebagai pembicara Seminar Nasional Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata ‘Mempersiapkan Lulusan Dokter untuk DPTK (Daerah Perbatasan, Tertinggal dan Kepulauan) di Gedung Thomas Aquinas kampus setempat, Jumat (14/2).
Untuk membiayai seorang putera daerah, menjadi dokter yang kemudian mengabdikan diri di daerah asal membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Pendidikan dokter saja, paling tidak tujuh tahun baru bisa dinikmati hasilnya dan itu tidak terlihat langsung.
"Jabatan kepala daerah hanya lima tahun, putera daerah yang disekolahkan belum lulus, kepala daerah tersebut sudah habis masa jabatannya," tambah lulusan Fakultas Kedokteran Undip itu.
Untuk membiayai seseorang dokter spesialis, lebih lama lagi dipetik hasilnya dan lagi-lagi tidak terlihat langsung seperti membangun jembatan. Setelah sekolah dokter paling tidak selama enam tahun, untuk mengambil spesialis ditambah empat sampai lima tahun lagi sehingga total 11 sampai 12 tahun baru selesai pendidikannya.
"Kami menawarkan dua cara, yang pertama dengan membiayai putra daerah sekolah dokter dan yang kedua memberi intensif berupa uang dan fasilitas memadai bagi lulusan kedokteran yang mau mengabdikan diri di daerah kami," tuturnya.
Fasilitas untuk hidup, perumahan misalnya dan memenuhi peralatan rumah sakit agar mereka dapat menjalankan tugas secara optimal, juga berusaha untuk dipenuhi. Saat ini di daerahnya, sudah ada tujuh puskesmas yang mempunyai akreditasi dasar, 12 akreditasi madya dan satu masih persiapan survei.
"Untuk rumah sakit kami, RSUPP Betun sudah terakresitasi C," tambahnya.
Kabupaten Malaka merupakan sebuah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Belu pada 2012 lalu.
Sementara itu pakar SDM Kesehatan Dr dr Andreasta Meliala DPH MKes MAS menyatakan, dokter-dokter yang ditempatkan di daerah semestinya memang di desain untuk ditempatkan di sana. Semua Fakultas Kedokteran di Indonesia yang berjumlah 91, menurutnya belum ada yang mendesain khusus untuk dokter yang akan berangkat ke sana.
"Pelatihan ada dari pemerintah tapi setelah mereka lulus sekolah dokter, lain dengan di Australia di mana rural doctor sudah dipersiapkan sejak menjalani pendidikan dsn bahkan lokasi pendidikannya pun di kawasan rural," kata Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada itu.
Bisa dibayangkan, ketika pendidikan mereka diajarkan sesuai perkembangan teknologi terbaru tetapi ketika ditempatkan di daerah tidak ada teknologo tersebut. Untuk mempersiapkan tenaga dokter yang siap ditempatkan di DPTK, ada kurikulum yang bisa diterapkan.
Berita serupa:
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/217496/peningkatan-kompetensi-dokter-di-dtpk-diperlukan