Universitas Katolik UNIKA Soegijapranata Semarang, belum lama ini melakukan uji coba terkait frekuensi suara yang mampu lemahkan virus pada tubuh manusia.
Fakultas elektronik UNIKA Semarang, melakukan serangkaian penelitian dan pengujian untuk membuktikan secara ilmiah bahwa gelombang suara yang dipancarkan dengan frekuensi tertentu kepada manusia secara bertahap, mampu memberikan manfaat antara lain menurunkan tingkat stres, meningkatkan daya tahan tubuh dan yang terakhir mampu melemahkan virus dalam tubuh manusia.
Bukan tanpa alasan. Asmara, salah seorang mahasiswa sekaligus peneliti dalam project tersebut mengatakan, ini dilakukan untuk membantu pencegahan penyebaran Covid-19 di masyarakat.
“Saat ini kita sedang menghadapi Covid ya dan kebetulan ini ada sebuah terapi yang berdasarkan frekuensi suara dan sudah diterapkan di beberapa negara sebelumnya. Jadi menurut literatur yang saya baca frekuensi suara ini dibagi menjadi 3 yaitu meningkatkan imun, mengurangi stres dan melemahkan virus Covid,” ujar Asmara.
Asmara menjelaskan prinsip kerja terapi ini dengan memperdengarkan gelombang suara pada frekuensi tertentu menggunakan speaker kepada orang atau pasien.
“Jadi nanti melalui speaker akan diperdengarkan frekuensi suara, selama 40 hingga 60 menit, sehari 2 kali,” ungkapnya.
Untuk terapi Covid lanjut Asmara, ada dalam kisaran frekuensi 12.000 hertz – 13.000 hertz. Sementara untuk terapi meningkatkan imun tubuh dan mengurangi stres, dirinya mengatakan frekuensi yang digunakan masih dalam kisaran ribuan di bawah frekuensi Covid.
Meski pengujian ini masih cukup dini dan dilakukan dalam waktu singkat, namun Asmara telah melakukan serangkaian uji coba langsung kepada dirinya terutama untuk terapi stres dan meningkatkan imun tubuh.
“Jadi kalau dampak ke diri saya sendiri untuk yang frekuensi redakan stres, setidaknya cukup membantu. Tapi untuk yang Covid karena diluar ranah dan belum dicoba langsung pada pasien maka untuk saat ini belum ada hasil nyata,” ujar Asmara.
Dirinya menambahkan, frekuensi suara tersebut masih harus dimodifikasi dengan memasukan ke dalam alunan suara lainnya agar lebih nyaman untuk diperdengarkan.
Sementara itu Budi Setyawan selaku dosen pembimbing sekaligus peneliti dalam project ini mengatakan terapi gelombang suara sudah dipakai di beberapa negara di Eropa dan untuk Indonesia sendiri diakuinya masih belum terbiasa dengan hal semacam ini. Untuk itu Budi dengan timnya berusaha memverifikasi kebenaran dari terapi tersebut.
“Sekumpulan koloni bakteri itu akan rentan dengan frekuensi tertentu, yang memang sudah diteliti sebelumnya, jadi sudah ada tabelnya. Seperti influenza itu juga sudah ada tabelnya,” ujar Budi.
Kemudian lanjut Budi, imun tubuh bisa ditingkatkan dengan frekuensi tertentu juga sudah ada tabelnya dan sudah diteliti.
“Artinya yang kita lakukan disini, kita mencoba memverifikasi kebenaran terapi frekuensi suara tersebut,” pungkasnya.
Budi juga menjelaskan, terapi ini tidak memasukan bahan kimia ke dalam tubuh manusia, melainkan dengan menyelaraskan kinerja tubuh manusia dengan gelombang suara.
“Kita mencoba menyinkronkan apa yang ada di dalam tubuh kita, nah salah satunya adalah dengan menggunakan frekuensi,” jelas Budi.
Menurutnya tubuh manusia mengandung unsur molekul atau senyawa yang memiliki frekuensi tersendiri.
Di tingkat atopik lanjut Budi, molekul atau senyawa tersebut juga memiliki sistem magnetik yang apabila tidak selaras maka akan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.
“Pada penelitian yang modern saat ini, itu lebih banyak penelitian yang mengarah pada penelitian yang menyinkronkan untuk harmoni tubuh,” ungkap Budi.
Terkait pembuktian apakah frekuensi suara ini mampu melemahkan bakteri ataupun virus khususnya Covid-19 yang ada di tubuh manusia, dirinya menjawab hal tersebut masih memerlukan penelitian dan uji coba lebih mendalam.
Namun demikian Budi menjelaskan virus merupakan senyawa protein yang terdiri dari molekul dan atom yang memiliki kelemahan.
“Virus itu adalah senyawa protein yang terdiri dari molekul dan atom. Kalau dia diganggu, harmoninya diganggu maka virus tersebut akan rusak. Sama seperti kalau diberi obat untuk menghancurkan. Nah kita melakukannya juga sama menggunakan frekuensi suara,” tutupnya.