Oleh: Andreas Lako, Guru Besar Akuntansi; Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) Unika Soegijapranata, Semarang
SEJAK awal menyebar virus korona atau Covid-19 di Jawa Tengah (Jateng) pada minggu kedua Maret 2020 hingga akhir Juni 2020, saya terus mencermati perkembangan kasus positif, sembuh, dan meninggal akibat Covid-19 dari hari ke hari. Selama Maret hingga pertengahan Mei 2020, muncul perasaan optimistis dan bangga dalam diri saya karena tren kenaikan kasus positif Covid-19 Jateng jauh lebih baik dibanding DKI Jakarta dan juga Jawa Barat (Jabar) serta Jawa Timur ((Jatim) yang memiliki jumlah kabupaten dan jumlah penduduk yang hampir sama dengan Jateng.
Selama periode itu, jumlah kenaikan kasus positif Covid-19 Jateng menurut Data Covid-19 Nasional masih relatif kecil, yaitu dari 93 orang (31/3/2020) menjadi 724 orang (30/4/2020) dan 1.403 orang (31 Mei 2020). Sementara jumlah kasus positif Covid-19 dari DKI Jakarta, Jabar dan Jatim pada periode yang sama jauh di atas Jateng. Pada 31 Mei 2020, jumlah kasus positif Covid-19 dari DKI Jakarta, Jatim dan Jabar masingmasing adalah 7.438 orang, 4.857 orang dan 2.260 orang. Secara nasional, peringkat jumlah kasus Covid- 19 Jateng pada akhir Mei 2020 berada di posisi kelima setelah DKI Jakarta, Jatim, Jabar dan Sulsel. Persentase kesembuhan dari Covid-19 dari Jateng juga cukup bagus yaitu 25,7 persen, sementara kematiannya hanya 5 persen.
Karena keberhasilan itu, Pemprov Jateng pun dinilai pemerintah pusat dan banyak pihak berhasil mengendalikan laju kasus Covid-19 walau tidak menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang dilakukan DKI Jakarta, Jatim, Jabar dan Banten serta sejumlah provinsi lainnya. Atas keberhasilan itu, Gubernur Jateng pun menerima sejumlah penghargaan dan apresiasi yang tinggi dari masyarakat luas. Pada April 2020, saya pun optimistis Jateng bisa pulih dari Covid-19 pada pertengahan Mei 2020 atau akhir Mei 2020.
Melonjak Drastis
Namun, optimisme tersebut ternyata tidak menjadi kenyataan. Sejak Presiden Jokowi menyampaikan wacana tentang ”berdamai dengan Covid-19” pada minggu kedua Mei 2020 dan permintaan kepada sejumlah pemerintah daerah agar menerapkan ”New Normal” pada minggu ketiga Mei 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Jateng malah mulai melonjak. Kasus Covid- 19 meningkat dari 904 orang (7 Mei) menjadi 1.403 orang (31 Mei 2020) atau naik 55,2 persen. Selama Juni 2020, terjadi lonjakan yang sangat drastis. Berdasarkan Data Covid-19 Nasional, jumlah kasus positif Covid-19 Jateng melonjak drastis dari 1.417 (1/6/2020) menjadi 3.680 kasus atau meningkat sekitar 159,7 persen. Sementara berdasarkan data dari Pemprov Jateng, jumlah kasus positif Covid-19 dari Jateng meningkat dari 1.447 orang (1 Juni) menjadi 4.081 (30 Juni) atau meningkat 182,03 persen.
Secara keseluruhan, sejak Pemprov Jateng mulai memberlakukan era ”New Normal” mulai minggu keempat Mei 2020 hingga akhir Juni 2020, terjadi kenaikan kasus positif Covid-19 sekitar 195,03 persen. Kenaikan tersebut jauh lebih tinggi dibanding dengan nasional sebesar 147 persen. Akibat kenaikan yang signifikan pada bulan Juni, khususnya pada minggu kedua hingga minggu keempat, jumlah prosentase kesembuhan pasien Covid-19 pun menurun dari 50 persen menjadi 43 persen. Sementara jumlah kematian akibat Covid-19 meningkat dari 6,7 persen menjadi 8 persen pada akhir Juni 2020.
Akibat lonjakan drastis tersebut, mulai tanggal 26 Juni 2020 posisi Jateng pun naik dari urutan kelima ke urutan keempat dalam daftar provinsi dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak nasional. Jateng menggusur Jabar yang sejak Maret hingga minggu ketiga Juni 2020 posisinya selalu di atas Jateng. Berkat pemberlakuan PSBB dan pengendalian Covid-19 yang efektif selama Mei – Juni 2020, Jabar mampu menekan laju kenaikan Covid-19. Hasilnya, status provinsi dengan jumlah kasus terbanyak kedua yang disandang Jabar selama Maret-April 2020 kemudian digusur oleh Jatim dan Sulsel, dan kemudian oleh Jateng pada akhir Juni.
Menekan Laju Covid-19
Meningkatnya jumlah kasus Covid-19 dalam enam minggu terakhir pasca diterapkannya ”New Normal” sangat mengkuatirkan kita semua. Penulis kuatir, kasus kegagalan Pemprov Jatim dan Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam menyadarkan dan mengendalikan perilaku buruk masyarakatnya ketika memasuki era ”berdamai dengan Covid” dan era New Normal sehingga menyebabkan dua provinsi tersebut menjadi episentrum baru kasus Covid-19 nasional, bisa terjadi juga pada Jateng dalam waktu dekat ini.
Singkatnya, bayang-bayang akan terjadinya gelombang kedua lonjakan kasus Covid-19 di Jateng sungguh di depan mata apabila pemerintah daerah tidak segera membuat kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mengendalikannya. Yang dikuatirkan adalah apabila Jateng menjadi salah salah satu episetrum baru kenaikan kasus Covid-19 nasional, maka dampakdampak negatifnya akan yang jauh lebih kompleks dan serius lagi, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, sosial dan APBD (keuangan Pemda), akan sangat sulit dihindari. Jateng bisa jadi akan semakin terpuruk dalam semua aspek kehidupan. Karena itu, saya mengharapkan Gubernur Jateng dan seluruh bupati/walikota serta seluruh komponen masyarakat di Jateng perlu segera menyadari risiko-risiko di atas. Gubenur dan para bupati/walikota serta semua pihak perlu mengevaluasi kembali kebijakan ”berdamai dengan Covid” dan pelaksanaan ”normal baru”.
Pemerintah juga hendaknya perlu segera mengambil kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mengendalikan laju kenaikan kasus Covid-19. Jangan sampai hanya demi mendukung permintaan dari pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakan ”normal baru” demi kepentingan menghidupkan kembali aktivitas perekonomian, Pemprov dan Pemkab/Pemkot lalu mengabaikan realitas bahwa masyarakat Jateng sesungguh belum siap menerapkan kebijakan ”normal baru” itu. Akibatnya, muncul kasus-kasus baru atau kluster-kluster baru Covid-19 yang menyebabkan jumlah kasus Covid-19 Jateng terus melonjak dan menyebabkan pamor Jateng terpuruk.
Karena itu, saya mengusulkan agar pembatasan dan pengendalian kegiatan-kegiatan sosial yang berpotensi meningkatkan jumlah kasus Covid-19 secara massal mendesak dilakukan. Misalnya, menunda kegiatan belajar- mengajar di sekolah dan perguruan tinggi, peribadatan keagamanan, pesta perkawinan dan sejenisnya, sertakegiatan- kegiatan lain yang bersifat pengumpulan massa yang berpotensi sulit dikendali dengan prosedur Covid-19. Sementara kegiatan-kegiatan ekonomi oleh para pelaku UMKM dan usaha-usaha industri besar tetap diperbolehkan beroperasi dengan syarat mereka harus menaati prosedur Covid-19.
Dunia usaha perlu didorong dan difasilitasi untuk tetap beroperasi karena peran mereka sangat penting dalam menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, menyerap tenaga kerja, meningkatkan kesejahteraan dan mendorong kinerja perekonomian daerah, serta membayar pajak untuk pendapatan negara/daerah. Selain itu, dari catatan yang ada, belum ada kasus kluster Covid-19 yang berasal dari dunia industri. Hal ini menunjukkan korporasi bisnis mampu menerapkan prosedur Covid-19 dengan baik dalam operasi bisnis demi melindungi para pekerjanya.
-Andreas Lako, Guru Besar Akuntansi; Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) Unika Soegijapranata, Semarang
►https://www.suaramerdeka.com/news/nasional/233021-menekan-laju-covid-19