Satu di antara fungsi perpustakaan yakni sebagai pengolah informasi pustaka.
Fungsi itu memiliki bagian yang penting dalam proses pembelajaran, pendidikan, dan penelitian yang dilakukan oleh para pemustaka yang memiliki latar belakang yang beragam mulai dari kalangan akademisi maupun non akademisi.
Namun, fungsi itu, dari waktu ke waktu perpustakaan dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat saat ini.
Terutama, berkaitan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 yang memaksa siapapun untuk berubah atau mendisrupsi segala kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang lebih adaptif dengan perkembangan zaman.
Hal itu juga ditambah dengan adanya pandemi covid-19, maka tantangan perpustakaan untuk segera mencari langkah-langkah solutif agar perannya sebagai pengolah informasi pustaka dapat tetap maksimal, tampak semakin nyata.
Sementara itu, tantangan lain yang muncul bukan hanya pada sisi teknologi informasi yang semakin pesat dan masif, perpustakaan juga dituntut untuk menciptakan inovasi baru dalam sisi pelayanan kepada para pemustaka yang akhir-akhir ini banyak didominasi oleh generasi millenial dan generasi Z.
Menjawab berbagai tantangan tersebut, Jaringan Perpustakaan Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) menyelenggarakan webinar dengan tema Library is a Lifestyle, Selasa (29/9/2020) melalui Zoom dan You Tube.
Hadir sebagai pembicara, Rektor Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Jaringan Pembelajaran APTIK, Prof Dr F Ridwan Sanjaya dan Pakar Perpustakaan dan Penasehat Jaringan Perpustakaan APTIK, Prof Sulistyo Basuki.
Prof Ridwan Sanjaya menyampaikan berbagai realitas persoalan yang muncul dan dihadapi oleh perpustakaan maupun pustakawan saat ini. Munculnya pandemi covid-19 secara tiba-tiba dan tidak diketahui kapan akan berakhirnya,
telah menimbulkan dampak yang cukup besar pada perpustakaan.
"Karena pelayanan perpustakaan jadi berubah karena adanya pembatasan protokol kesehatan akibat pandemi
covid-19,” ungkap Prof Ridwan.
Disamping itu, lanjut dia, karena perpustakaan berada di dalam lingkungan kampus ketika proses pembelajaran dilakukan secara daring, maka perpustakaan yang berada di dalam kampus juga tidak bisa memberikan pelayananan secara fisik atau offline seperti biasanya.
Dia menuturkan, keterbatasan repository perpustakaan juga menjadi persoalan yang harus dipikirkan jalan keluarnya, karena saat ini repository masih terbatas dan kurang up to date, tidak selengkap apabila para pemustaka datang langsung ke perpustakaan.
"Ini menjadi suatu dilema tersendiri yang disebabkan koleksi kita yang terbatas," tuturnya.
Namun demikian ada nilai positif juga dengan adanya pandemi covid-19. Menurutnya, bagi yang sudah mempersiapkan secara digital sebelum pandemi, antara lain yaitu fungsi pustakawan tetap bisa berjalan melalui jalur digital, seperti: literasi informasi, mutu penulisan ilmiah, akses VPN (Virtual Privat Network) yang diberikan kepada pemustaka.
"Sehingga mereka bisa masuk dari rumah melalui IP address perpustakaan kampus dan sebagainya. Selain itu juga bisa memfasilitasi lahirnya berbagai konten digital lokal, antara lain: dokumentasi perkuliahan, dokumentasi kegiatan kampus, virtual tour, kursus daring, seminar daring dan lain-lain," ungkapnya.