Berita kriminalitas, maupun berita lain yang berbau sadis yang tayang di media cetak maupun online selalu mendapatkan banyak pembaca ketimbang berita berbau politik, ekonomi maupun hal lain. Jumlah pembacanya selalu diatas 400 orang. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Apakah hal tersebut menandakan masyarakat kita memang menyukai berita bernuansa sadis?.
Psikolog dari Unika Soegijapranata Semarang, Kuriake Kharismawan SPsi MSi mengatakan, pada dasarnya berita bernuansa sadis memang selalu diminati masyarakat ketimbang berita lain. Ini terjadi karena masyarakat ingin mengetahui modus operandi yang digunakan para pelaku. Hal ini diyakini menjadi minat baca masyarakat karena salah satunya sebagai langkah jaga-jaga alias antisipasi diri.
"Ini menjadi langkah sebagai jaga-jaga. Karena ketika masyarakat baca berita kriminalitas, dia jadi tahu modus operandi pelaku. Misal, masyarakat jadi tahu oh seseorang diperkosa ketika saat malam hari atau ketika sedang di toilet sendirian," kata pria yang akrab disapa Ake itu, ketika ditemui tim KuasaKatacom, di lingkungan kampus Unika, Jumat (2/10/2020).
Menurutnya, bila tujuan membacanya demi langkah antisipasi, tentu itu merupakan hal yang baik. Meski ada sisi positif, ternyata pembacaan berita berbau sadis juga ada sisi negatif. Ake menyebut, berita bernuansa sadis mendorong seseorang mengilustrasikan agresi hal hal yang dilarang baik secara hukum negara maupun agama.
"Ketika dilarang itu, rasanya agresi itu kita tahan. Nah ketika kita baca sesuatu yang mengerikan, hal itu mulai kita ekspersikan. Itu rasanya seperti ada kenikmatan sedikit, meskipun itu rasanya jahat ya," sambungnya
Dari berita berbau sadis itu lah bisa saja mendorong seseorang menyukai film action. Seperti film tinju hingga berdarah darah maupun film action lainnya. Ketika melihat hal itu, seseorang pun merasa menikmati.
Hal hal seperti itu biasanya terjadi pada kalangan bawah yang tidak bisa berbuat apa-apa.
"Seperti halnya kita tidak bisa menegur tetangga kita yang kurang ajar. Kita ingin balas dendam kepada atasan yang memecat. Kita merasa terganggu dengan orang orang yang pakai mobil besar dan sirine sehingga kita harus menepi. Dari situ kita jengkel tapi tidak bisa apa-apa," jelas dia.
Karena tidak bisa apa-apa itulah kemudian seseorang mengekspresikan melalui berita tertentu. Segmen pembacanya pun, sebut Ake, merupakan kalangan bawah yang tertindas dan tidak bisa apa-apa.
Ake pun menghimbau para pria agar berhati-hati saat membaca berita bernuansa sadis terutama terkait pencabulan seorang wanita. Bila tidak dikendalikan secara baik, bisa saja seorang pria terpengaruh melakukan hal buruk itu.
Di sisi lain, berita bernuansa sadis juga bisa mengajak seseorang bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Ia mencontohkan seperti dua orang mahasiswa yang sedang berkuliah. Seorang mahasiswa mendapatkan nilai B, sementara temannya mendapatkan nilai A.
"Tentunya dia pasti merasa emosi, soalnya aku kok dapat nilai B tapi temanku kok A ? Rasanya susah sekali ya. Tetapi ketika dia baca berita sadis, dia pasti bersyukur "ternyata masih ada orang lain yang lebih susah daripada aku. Aku ora nelongso (saya tidak susah sekali), aku ora ditabrak (saya tidak tabrakan), aku ora diperkosa (saya tidak diperkosa)". Ini tentu rasanya lega," ujar Ake
Ake menuturkan, Tentu cara tersebut bukan bersyukur dengan cara yang baik. Tapi ini bisa jadi cara bertahan dari susahnya hidup.