Kepala Departemen Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata Semarang, dr. Sugeng Ibrahim mengatakan, vaksin Covid-19 yang datang dari luar negeri pada November 2020, tidak bisa langsung digunakan.
Alasannya, sesampainya di Indonesia, vaksin terlebih dahulu dikemas baik dan benar. Kemudian, juga menunggu izin dari BPOM sekitar 1 bulan.
Ia memprediksi, vaksin yang berasal dari China tersebut siap digunakan untuk prioritas paling tidak pada Januari 2020.
Dengan catatan, jika uji klinik fase III vaksin yang diproduksi oleh China itu sesuai harapan, yaitu memiliki setidaknya efektivitas 50 persen ke atas.
"Kita bersabar menunggu penyiapan vaksin yang insya Allah siap bulan Januari 2021 untuk prioritas," kata dr.Sugeng dalam diskusi virtual, Sabtu (17/10/2020).
Selama menunggu vaksin tersebut benar-benar siap, akademisi ini tetap mengingatkan semua pihak agar menerapkan displin 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun.
"Jangan lupa bawa yang terpenting dari melawan pandemi ini adalah kepatuhan kita dalam menegakkan protokol kesehatan, pakai masker, jaga jarak dari kerumunan, cuci tangan penting sekali. Dan bagi para pemimpin untuk bisa memberikan teladan yang bisa berubah keadaan menjadi lebih baik," harapnya.
Sementara itu dikesempatan yang sama, Perwakilan UNICEF Rizky Ika Safitri menegaskan, bahwa setiap vaksia yang ada telah melewati berbagai proses untuk memastikan keamanan dan keefektivannya.
Ia berharap agar masyarakat tidak termakan informasi yang salah terkait vaksin.
"Pemerintah saat ini sedang berusaha keras untuk mendapatkan vaksin secepat mungkin dan harus percaya sama prosesnya karena harus aman harus efektif jadi perlu bersabar terima kasih. Tetap disiplin sambil menunggu vaksin," ujar Rizky.
*November Ini, Indonesia Akan Kedatangan 6,6 Juta Vaksin Covid-19 dari China*
Pemerintah Indonesia akan kedatangan 6,6 juta vaksin Covid-19 dari China. Rencananya distribusi vaksin dimulai pada November 2020 mendatang.
Seperti dikutip dari rilis Kemenko Maritim, Senin (12/10/2020), untuk tahun ini Cansino menyanggupi 100,000 vaksin (single dose) pada bulan November 2020, dan sekitar 15-20 juta untuk tahun 2021.
G42/Sinopharm menyanggupi 15 juta dosis vaksin (dual dose) tahun ini, yang 5 juta dosis akan mulai datang pada bulan November 2020.
Sementara itu Sinovac menyanggupi 3 juta dosis vaksin hingga akhir Desember 2020, dengan komitmen pengiriman 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada minggu pertama November dan 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) lagi pada minggu pertama Desember 2020, ditambah 15 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk.
Untuk tahun 2021, Sinopharm mengusahakan 50 juta (dual dose), Cansino 20 juta (single dose), Sinovac 125 juta (dual dose). Single dose artinya satu orang hanya membutuhkan 1 dosis vaksinasi, sementara dual dose membutuhkan 2 kali vaksinasi untuk satu orang.
Tiga vaksin dari perusahaan Tiongkok itu kini sudah masuk pada tahap akhir uji klinis tahap ke-3 dan dalam proses mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) di sejumlah negara.
Cansino melakukan uji klinis tahap ke-3 di Tiongkok, Arab Saudi, Rusia dan Pakistan.
G42/Sinopharm melakukan uji klinis tahap ke-3 di Tiongkok, Uni Emirat Arab (UEA), Peru, Moroko dan Argentina.
Sementara itu Sinovac melakukan uji klinis tahap ke-3 di Tiongkok, Indonesia, Brazil, Turki, Banglades, dan Chile.
Emergency Use Authorization (EUA) dari Pemerintah Tiongkok telah diperoleh ketiga perusahaan tersebut pada bulan Juli 2020.
Untuk melihat kualitas fasilitas produksi dan kehalalan vaksin produksi Sinovac, dan Cansino, tim inspeksi yang terdiri dari unsur BPOM, Kementerian Kesehatan, MUI, Bio Farma akan bertolak ke Tiongkok pada Rabu 14 Oktober 2020.
Kehalalan vaksin Sinovac dan Cansino akan dijamin melalui partisipasi MUI dalam proses pengujian data, begitu juga dengan kehalalan vaksin G42/Sinopharm. MUI-nya Abu Dhabi sudah menyatakan no issue dengan kehalalan vaksin G42” ucap Dirut Bio Farma Honesti Basyir.
berita serupa:
https://republika.co.id/berita/qich7s396/vaksin-hanya-salah-satu-modal-hadapi-pandemi