Pusat Kekayaan Intelektual (KI) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Soegijapranata menggelar webinar bertema "Mediasi Pemeriksaan Substantif Paten" bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.
Kepala Pusat KI LPPM Unika, Dr Berta Bekti Retnawati mengatakan, webinar digelar guna memberikan pemahaman proses dan pentingnya hak paten. Hal itu sejalan dengan tugas dan fungsi Pusat KI LPPM Unika.
"Harapannya supaya Pusat KI LPPM Unika dalam melaksanakan tugas dapat mengawal hasil karya atau output dari Tri Dharma Unika Soegijapranata secara profesional," kata Berta, dalam keterangannya, Kamis (5/11/2020).
Dikatakannya, webinar tersebut merupakan jawaban atas kegelisahan dan juga keinginannya untuk bisa segera menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab Pusat KI LPPM. Terutama sejak didirikannya Pusat KI pada 2018 lalu.
Pasalnya, sejak didirikan, pihaknya masih tertatih-tatih dalam menjalankan Pusat KI secara profesional. Padahal, Pusat KI didirikan atas dasar keinginan yang sangat besar.
Yaitu membuat semua hasil karya Tri Dharma Unika bisa mendapatkan pengakuan kekayaan intelektual dan lebih utamanya adalah bermanfaat untuk masyarakat dan negara.
"Meskipun dalam usia muda, kami sangat bersyukur karena di Pusat KI kami mencoba cepat belajar. Namun memang dalam hal paten kami masih harus banyak belajar," paparnya.
Acara yang dilaksanakan secara online itu, menghadirkan dua narasumber dari DJKI Kemenhumkam. Yaitu Susilo Wardoyo selaku Pemeriksa Paten Utama DJKI dan Dwi Waskita Trisna Utama yang saat ini menjabat sebagai Pemeriksa Paten Madya DJKI.
Dalam paparannya, Susilo Wardoyo menjelaskan, kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil pola pikir. Jadi apabila seseorang mempunyai ide saja, itu sudah merupakan peluang untuk paten.
Dikatakannya, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) itu melekat pada diri para inventor. Artinya meski pengajuan HKI itu melalui perguruan tinggi atau perusahaan, tetapi haknya atas kekayaan intelektual tidak akan hilang selamanya.
"Setelah mendapat pengakuan HKI maka hasil invensi atau penemuan akan diakui oleh seluruh bagian negara yang mengikuti aturan tentang kekayaan intelektual," paparnya.
Lebih lanjut dikatakan, manfaat HKI juga akan diterima oleh dosen atau inventor berupa KUM dan komersialisasi HKI. Adapun bagi fakultas atau program studi akan menjadi kredit poin akreditasi dan komersialisasi HKI.
"Serta bagi universitas akan bermanfaat untuk kredit poin akreditasi universitas, komersialisasi HKI dan pengabdian masyarakat," lanjutnya.
Sementara Pemeriksa Paten Madya DJKI, Dwi Waskita Trisna Utama menyampaikan tentang draf pengurusan hak paten. Menurutnya, segala keahlian itu ada pada para dosen atau inventor.
"Sedangkan kami hanyalah administrator yang menangani dan memeriksa. Kami hanya membandingkan dokumen yang ada setelah eksis terhadap invensi yang masuk," jelas Dwi Waskita.
Untuk pengurusan paten, Dwi Waskita mengatakan, bisa dilakukan secara online dengan mengakses website resmi yaitu www.dgip.go.id. Di dalamnya, sudah diatur lengkap mulai dari informasi paten, merek, hak cipta, desain industri, indikasi geografis, biaya, bagaimana pengurusannya, dan database yang telah masuk atau eksisting.
"Kita sebagai pemeriksa menggunakan beragam database untuk pemeriksaan dokumen pembanding yang bisa diperoleh misalnya di google yang menyediakan mekanisme khusus paten atau yang disebut google patents," jelasnya.