“Hingga saat ini masalah bullying masih banyak terjadi di kalangan anak sekolah hingga mahasiswa. Dan efeknya sering kali menyebabkan si korban bullying menjadi tidak percaya diri, depresi, sampai kemudian yang parah hingga tidak mau sekolah atau kuliah lagi,” jelas Dr Rustina Untari selaku Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) Unika Soegijapranata dalam wawancara via telepon WhatsApp beberapa saat sebelum pelaksanaan acara Workshop Pencegahan Bullying Berbasis Gender pada Generasi Muda, Sabtu (19/12) secara virtual, yang merupakan kerjasama antara PSW LPPM dengan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, serta LP3 Unika Soegijapranata.
Kemudian sering terjadi pula dengan kemajuan teknologi, bullying juga terjadi melalui media sosial atau melalui kata-kata yang diupload di media sosial. Hal demikian, kadang yang melakukan bullying juga tidak menyadari bahwa apa yang disampaikan itu menyakiti hati orang lain yang membekas, apalagi apa yang diupload di media sosial itu dishare kemana-mana sehingga penyebarannya sangat luas.
Kami dari PSW melihat, bahwa sering kali bullying itu terjadi karena ada bias gender. Artinya, biasanya bullying itu terjadi karena ada yang kuat dan ada yang lemah. Yang sering jadi sasaran karena negara kita itu negara patriarkal, sehingga dengan demikian pihak perempuan selalu menjadi pihak yang lemah, dan dipinggirkan serta sering menjadi korban bullying, sehingga kami dari PSW mengangkat isu bullying ini berbasis gender.
“Oleh karena itu kami ingin mengajak generasi muda untuk aktif mencegah daripada apabila sudah terjadi pengobatannya akan lebih sulit. Maka dari itu melalui webinar ini kami coba memaparkan kepada generasi muda, apa itu bullying, dan kemudian mencegah supaya tidak terjadi bullying,” tutur Dr Rustina Untari.
Jadi dalam kegiatan webinar kita buat menjadi dua sesi pertemuan. Sesi pertama adalah pemberian materi tentang bullying sampai pada pembekalan tentang bagaimana menyusun program, sedangkan pada sesi kedua akan diselenggarakan pada Januari 2021, tentang penyampaian program sesuai dengan organisasi masing-masing mahasiswa.
“Kami akan menilai dan memberikan masukan bahkan juga memberikan apresiasi atas usulan program tersebut, dan nantinya diharapkan program tersebut akan menjadi usulan bagi bidang kemahasiswaan universitas,” jelasnya.
Dalam acara workshop ini hadir pula beberapa narasumber yaitu Dr Rika Pratiwi dari anggota PSW sekaligus dosen FTP Unika, kemudian Angelika Ryandari PhD juga anggota PSW sekaligus dosen FBS Unika, serta Cicil Tanti SPsi MA dari Fakultas Psikologi Unika.
Dalam paparannya, Dr Rika menyampaikan tentang gender dalam topik bahasannya. “ Yang memberikan identitas laki-laki dan perempuan adalah manusia dengan tanda-tanda dan konstruksi yang diberikan yang merupakan buatan manusia. Apabila hal ini dilakukan terus menerus maka dalam pertumbuhannya tidak akan ada kesalahan pada diri anak itu. Mulai tumbuh mereka akan melakukan hal yang sama dengan mencoba melihat dirinya sendiri dan mencoba menggunakan identitas yang diberikan oleh orangtua,” jelasnya.
Dan apabila ada penyimpangan dari identitas yang diberikan akan menjadi bibit-bibit ketidaknyamanan dan menjadi bibit-bibit bullying atau bibit-bibit tindakan tidak menyenangkan bagi seseorang.
Sehingga dengan demikian arti gender adalah suatu ciri yang dikonstruksikan oleh budaya yang dapat ditukar tetapi dapat dihilangkan. Sedangkan Sex atau jenis kelamin itu tidak bisa dirubah atau dipertukarkan, sambungnya.
Sedangkan narasumber berikutnya, yaitu dalam paparan Angelika Riyandari PhD mengulas lebih lanjut mengenai bullying atau dalam bahasa Indonesia disebut perundungan.
“Perundungan atau bullying adalah perilaku atau tindakan yang diakibatkan oleh ketidksetaraan kekuatan sehingga merugikan orang lain,” katanya.
Dilihat dari macamnya bullying bisa dibagi menjadi empat yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying sosial, dan cyberbullying.
Dan lewat paparannya, beliau memberikan pesan kecil terkait perundungan, yaitu jadilah lebih sensitif terhadap lingkungan di sekitarmu. Jika kamu membiarkan bullying(perundungan) terjadi, kamu menjadikan dirimu seorang bully (perundung).
Sementara Cicil Tanti SPsi MA dalam materinya menjelaskan bahwa sampai sekarang orang masih menganggap bullying sebagai hal yang normal dalam kehidupan. Namun sebenarnya korban dan pelaku bullying berada pada resiko tinggi mengalami maladjustmen.
“Berdasarkan penelitian akibat bullying bisa mengakibatkan depresi, kecemasan, ide bunuh diri, merasa sendiri,” jelasnya.
Salah satu ciri bullying adalah selalu dilakukan berulang-ulang, dan persepsi yang menerima bullying akan menjadi sangat negatif terhadap dirinya. Jadi sepertinya kelihatan sepele tetapi bisa berakibat pada pembunuhan karakter.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah bullying? Pada dasarnya pencegahan bullying tidak bisa dilakukan sendiri atau satu orang saja, melainkan harus dihadapi secara bersama-sama.
Program intervensi dilakukan dengan menyertakan siswa, Sekolah, Orangtua dan masyarakat sekitar sampai kepada pemerintah. Karena di dalam bullying ada banyak orang yang terlibat didalamnya, yaitu korban (victim), pelaku bullying (bully), asisten, reinforcers, defenders, dan bystanders. Dan dalam masing-masing permasalahan program intervensinya juga berbeda-beda, pungkasnya. (FAS)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi