Rektor Unika Soegijapranata Prof Dr F Ridwan Sanjaya berbagi pengalaman tentang semangat para akademisi senior yang tetap konsisten bergerak dengan hati.
Hal tersebut merupakan sambutannya dalam kegiatan Ruang Rabu Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata beberapa waktu lalu.
“Satu dekade lalu saya sudah terkagum-kagum dengan para akademisi senior yang tergabung dalam ruang Rabu PMLP dan telah menyuarakan tentang PLTN melalui media massa. Selain itu, di PMLP Unika dengan jaringannya ternyata banyak orang-orang hebat di situ yang berkaitan dengan energi, juga aktif dalam hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, ujarnya dalam keterangan yang diterima.
Terlebih hari ini PMLP dengan acaranya telah membedah buku, maka saya yakin akan ada sesuatu yang bisa kita dapatkan. PMLP dengan Ruang Rabunya konsisten menyelenggarakan acara-acara yang membuat kita dan masyarakat bisa tercerahkan,” imbuhnya.
Keynote speaker dalam acara Prof Purnomo Yusgiantoro menyampaikan beberapa hal mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Pilihan Terakhir.
Menurutnya, Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar, yang di dalamnya terdapat energi baru dan energi terbarukan. Di dalam sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru, baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan.
Contohnya nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), dan batubara tergaskan (gasified coal). Jadi nuklir adalah termasuk dalam energi baru, ucapnya.
Ia melanjutkan, peluang pengembangan PLTN di Indonesia bisa didasarkan pada beberapa hal, di antaranya adalah keekonomian PLTN semakin kompetitif, menjamin pasokan energi dalam skala besar, mendukung Indonesia untuk pencapaian National Determined Contribution (NDC) targetnya 29 % pengurangan karbon tahun 2030.
Lalu terdapat daerah di Indonesia yang aman dari gempa bumi yang memungkinkan pembangunan PLTN, katanya.
Sedang tantangan pengembangan PLTN di Indonesia adalah sudah ada PP no. 79 tahun 2014 yang mengatur PLTN menjadi pilihan terakhir, pertimbangan dampak bahaya radiasi dan limbah nuklir terhadap lingkungan hidup, rentan penolakan oleh masyarakat (public acceptence), bahan baku dan teknologi PLTN masih bergantung negara lain, isu nuklir saat ini masih sangat sensitif, dan ASEAN sudah menjadi kawasan yang damai, bebas serta netral.
Jadi keputusan politik nasional PLTN membutuhkan kajian komprehensif yang cermat dan melibatkan partisipasi masyarakat multisektoral. Apabila akan dilakukan keputusan politik nasional PLTN, maka tidak hanya melibatkan pemerintah dan DPR saja, tetapi perlu melibatkan quadruple helix (pemerintah, akademisi, industri dan masyarakat),” ungkapnya.
Sedang Prof Rinaldy Dalimi yang menjadi moderator diskusi, dalam penyampaiannya pada akhir diskusi menjelaskan beberapa poin penting, yaitu perlunya prioritas dalam pembangunan energi yakni maksimalkan pembangunan (ET) Energi Terbarukan, kurangi minyak, memaksimumkan gas, dan bahan bakar batubara yang terakhir sebagai andalan, setelah itu nuklir bisa dibangun.
“Dengan demikian nuklir harus dipersiapkan oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), tetap diteliti dan dikuasai, karena pada saatnya nanti apabila keempat tadi sudah tidak bisa memenuhi, maka kita pilih nuklir. Jangan lagi saat kita pilih nuklir baru dilakukan penelitian,” katanya.
sumber: https://ayosemarang.com/read/2021/04/02/74513/ruang-rabu-pmpl-unika-soegijapranata-bahas-isu-pltn