Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang dijadwalkan akan menggelar talkshow pendidikan dengan tema “Siapkah Kita Menghadapi Pembelajaran Tatap Muka?” pada Sabtu, 19 Juni 2021 mendatang. Acara tersebut adalah bagian dari serangkaian Dies Natalis ke-37 Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang.
Ketua Panitia Dies Natalis ke-37 Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang, Dr Ferdinand Hindiarto, MSi mengatakan, dasar penyelenggaran talkshow tersebut ialah kajian realitas dan filsafat pendidikan dengan menghadirkan nara sumber yang kompeten di bidangnya.
“Ada Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Gunawan Saptogiri sebagai nara sumber. Lalu Psikolog Klinis dari Unika, Kuriake Kharismawan dan Psikolog Pendidikan dari Unika Dr Lucia Hernawati,” kata Ferdinand saat jumpa pers secara daring, pada Jumat (11/6/2021).
Ferdinand menjelaskan, kajian realitas yang dimaksud yakni adanya kenyataan bahwa para orang tua merasakan kelelahan saat mendampingi anaknya selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kajian survei itu didapatkan pada orang tua siswa dari jenjang TK hingga SMA sederajat.
“Berangkat dari realitas, tim kecil panitia kami mengadakan survei kepada orang tua siswa. Orang tua mengalami kelelahan luar biasa, tidak hanya menyediakan kuota, tetapi mendampingi anak-anak itu juga luar biasa berat, karena mereka juga kerja dan kesibukan lain,” jelasnya.
Hal ini, kata dia, dirasa berat oleh para orang tua, mengingat mereka juga bekerja dan memiliki kesibukan lainnya. Dengan demikian, hasil survei juga menunjukkan para orang tua saat ini merasakan kecemasan terhadap masa depan anaknya, apabila pembelajaran jarak jauh dilakukan terus menerus.
“Level TK hingga SMA sederajat sama hasilnya. Jadi ada kecemasan luar biasa, jika ini terus terjadi, anak-anak kita jadi seperti apa?” kata Ferdinand sambil menirukan keluh orang tua siswa.
Dari hasil survei, pihaknya menarik ke dalam beberapa teori konsep filsafat pendidikan. Berdasarkan hasil konfirmasi filsafat pendidikan ditemukan bahwa pembelajaran bukan sebuah proses individual, namun terdapat proses sosial.
“Lalu kami konfirmasi beberapa konsep filsafat pendidikan, yang kami temukan bahwa pendidikan atau pembelajaran itu bukan proses individual, tetapi ada proses sosial. Proses sosial itu hilang sama sekali, itu dari sisi filsafat pendidikan,” jelasnya.
Ferdinand menerangkan, berdasarkan manajemen risiko jika pembelajaran diteruskan secara daring, akan berdampak pada hilangnya kompetensi sosial.
“Risikonya lebih besar pada manusia dalam konteks bukan fisik, tetapi mereka kehilangan kompetensi sosial,” terang Ferdinand.
Dalam hal ini, kata Ferdinand, harus ada pertimbangan dalam menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM). Di sisi lain, PTM dapat membentuk karakter disiplin dalam penerapan protokol kesehatan Covid-19.
“Pembelajaran tatap muka juga berisiko, tetapi risiko itu menurut kami bisa dikelola. Mungkin saja PTM dapat menjadi media pembentukan karakter untuk belajar disiplin, belajar patuh cuci tangan pakai masker, ini juga mengajar para kepala sekolah dan guru untuk tetap tekun dan konsisten dalam menjaga protokol kesehatan,” tandasnya.
Sebagai informasi, talk show dengan beberapa nara sumber yang telah disebutkan Ferdinand, selanjutnya hasil tersebut akan dibahas kembali dalam webinar pada tanggal 26 Juni mendatang. Webinar tersebut akan dihadiri Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.(HS)