Selama PPKM Darurat, kendaraan angkutan logistik harus mendapat prioritas. Karena mereka terkait dengan hajat hidup orang banyak, atau kelangansungan industri nasiona. Namun bukan berarti mentolerir muatan lebih dan menggunakan kendaraan berdimensi lebih.
"Apabila kedapatan kendaraan bermuatan lebih dengan berdimensi lebih yang digunakan, maka *aparat penegak hukum* wajib melakukan penindakan secara tegas dan konsisten," kata akademisi FT Unika Soegijoparnoto Semarang Djoko Setijowarno di Jakarta.
Menurutnya, di masa PPKM Darurat bukan lantas kendaraan truk ODOL semena-mena bersliweran di jalan raya dengan alasan angkut logistik, sehingga pelanggaran muatan dan berdimensi lebih dapat ditolerir. Pelanggar muatan dan dimensi berlebih ( over dimension and over load_/ODOL) di jalan berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan serta fasilitas pelabuhan penyeberangan sehingga kinerja keselamatan dan kelancaran lalu lintas menurun.
Selain itu, jelas Djoko, biaya operasi kendaraan meningkat akibat kenaraan ODOL dan pada akhirnya akan berdampak terhadap kelancaran distribusi logistik nasional.
Di Indonesia, menurut Kabid Kemasyarakat dan Advokasi MTI Pusat itu, sekitar 90 persen lebih pemilik barang berkontrak dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada berdimensi lebih. Sudah barang tentu semua armada truk yang berdimensi lebih tidak memiliki tidak memiliki surat resmi uji berkala (kir) resmi.
Menurut Djoko, pengusaha pemilik barang dan pengusaha pemilik kendaraan barang sudah ada unsur kesengajaan melakukan pelanggaran muatan lebih menggunakan kendaraan yang berdimensi lebih.
"Sekarang masyarakat menanti penegakan hukumnya," tegas alumni FT Undip Semarang itu.