Unika Soegijapranata telah berusia 39 tahun pada tahun 2021 ini, dan pada Kamis (5/8) telah merayakan acara puncak dari seluruh rangkaian perayaan Dies Natalisnya yang dimulai sejak tanggal 28 Juni 2021 dengan kegiatan ABDIMAS sentra vaksinasi.
Sebelumnya dalam paparan laporan tahunan, Rektor Unika Soegijapranata Prof Dr F Ridwan Sanjaya MS IEC juga menyampaikan capaian selama satu tahun terakhir dalam beberapa bidang, antara lain bidang akademik, bidang sumber daya manusia, administrasi keuangan dan prasarana, bidang kemahasiswaan, bidang kerjasama dan pengembangan, serta bidang program inovasi.
“Pada kondisi saat ini yang disebutkan dalam World Economic Forum sebagai Great Reset, semua pihak termasuk Unika Soegijapranata dapat mengambil peran sebagai inisiator dan pionir dalam menghasilkan pelayanan prima yang bermanfaat bagi komunitas dan masyarakat dalam normalitas baru. Berkat usaha keras dari dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan berbagai mitra universitas, pembelajaran daring dalam satu tahun terakhir ini dapat terlaksana dengan baik,” ungkap Prof Ridwan Sanjaya.
Dalam satu tahun ini best practice dan inovasi yang dilakukan oleh dosen, tenaga kependidikan, maupun universitas dalam memberikan pelayanan pendidikan yang ideal di masa pandemi mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak dan diminta untuk membagikan pengalamannya terkait literasi digital kepada dunia pendidikan secara luas, melalui koordinasi Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang (KAS), LLDIKTI Wilayah VI Jawa Tengah, Jaringan Pembelajaran APTIK (JPA), Komisi Nasional Pendidikan Tinggi di Filipina dalam posisi mewakili Association of Southeast and East Asian Catholic Colleges and Universities (ASEACCU), Stella Maris College di India, atau Wiley Education Asia.
Usaha tekun dan penuh dedikasi semua pihak di Unika Soegijapranata dalam masa-masa yang penuh ketidakpastian, bukan hanya menghasilkan kebaikan bagi universitas ini saja tetapi juga masyarakat di sekitarnya.
Hal ini mengingatkan kembali akan program UnikaConnect yang dicanangkan empat tahun lalu dengan tujuan menghubungkan talenta-talenta di Unika Soegijapranata dengan berbagai kesempatan baik yang ada di sekitar kita, bukan hanya untuk dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, tetapi juga dengan alumni, dunia industri, dan masyarakat lintas batas, tandas Guru Besar Unika Soegijapranata pada bidang Sistem Informasi ini.
Terbuka dan Siap Bekerjasama dengan Manifestasi Physis
Sementara Dr Augustinus Setyo Wibowo SJ sebagai orator ilmiah dengan latar belakang Dosen STF Driyarkara Jakarta, Rektor Kolese Hermanum, dan Pemimpin Redaksi Majalah BASIS ini memaparkan materinya yang berjudul “Meditasi Heideggerian atas Teknologi: Extra Technologiam, Nulla Salus?”
“Kepada para petinggi negara maju yang berkumpul di World Economic Forum Davos, tahun 2020, Yuval Noah Harari memberikan warning yang jelas. Dengan segala kemajuan teknologi yang sekarang dimiliki manusia, ada tiga tantangan besar yang akan dihadapi spesies manusia seplanet bumi. Dua tantangan yang sudah akrab di telinga kita adalah soal ancaman perang nuklir dan kehancuran sistem ekologi global sebagai akibat climate change. Namun tantangan ketiga kurang akrab di telinga kita yaitu technological disruption,” papar Dr Setyo Wibowo.
Esensi teknologi adalah sebuah sudut pandang yang melihat segala sesuatu, termasuk manusia, sebagai sumber-sumber daya yang siap untuk dieksploitasi. Dengan analisis seperti itu, Heidegger tidak hendak menghakimi seolah-olah radio, televisi, internet atau smartphone itu buruk dan jahat, seolah-olah kita yang memakai barang-barang teknologis itu secara moral buruk. Tidak. Heidegger hanya memberi analisis tentang zaman kita, di mana segala sesuatunya ditundukkan pada sudut pandang yang menjadikan segala sesuatu sebagai objek netral siap untuk dieksplotasi.
Bila semula kita berpikir bahwa teknologi hanyalah sekedar “sarana, alat milik” yang sepenuhnya di dalam kontrol manusia, rupanya, pelan tapi pasti, teknologi merubah jati diri manusia. Being-nya manusia berubah karena alat yang ia pakai.
Manusia dan alam, saat ini tidak lagi memiliki keunikan khas apa pun di depan teknologi. Manusia dan alam hanyalah data-data (angka-angka) yang siap dieksploitasi. Dalam istilah Heidegger, segala sesuatu sekedar menjadi “standing resources” atau sumber daya, cadangan yang siap dieksploitasi.
Di luar pola pikir kalkulatif, Heidegger juga berbicara tentang “pikiran dalam arti baru”. Heidegger mengajak orang untuk pertama, melepaskan diri dari tirani kehendak. Dan, dengan begitu, kedua, mampu membebaskan diri dari cara berpikir-teknologis yang basisnya adalah pikiran konseptual dan representatif.
Heidegger menganjurkan kita mengambil sikap “letting be” (Gelassenheit). Di depan alam (physis) atau realitas apa adanya, manusia tidak lagi berkehendak menangkap atau mengetahuinya, melainkan membiarkan dirinya dibawa oleh manifestasi physis. Bukan lagi manusia yang memikirkan physis, melainkan physis yang menganugerahkan sesuatu kepada manusia sebagai hadiah (gift). Itulah arti baru “berpikir”, thinking is thanking to the gift. Di sini manusia tidak sepenuhnya pasif, tetapi ia membiarkan diri terbuka dan siap bekerjasama dengan manifestasi physis. (FAS)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi