Teknologi berkembang pesat di era Revolusi Industri 4.0 seperti sekarang ini. Digitalisasi dan otomatisasi menjadi denyut nyawa aktivitas yang menggerakkan roda kehidupan sehari-hari.
Seolah-olah disrupsi teknologi dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Kegiatan manusia dituntut menggunakan teknologi untuk mencegah penularan covid.
Pembelajaran, bekerja, belanja dan sebagainya pakai teknologi. Maka otomatisasi mesin mencapai puncak pemanfaatan. Segala perkerjaan mudah dilakukan menggunakan Internet of Things (IoT).
Namun demikian, seorang guru besar dan juga penulis buku best seller, Yuval Noah Harari mengatakan, dengan berkembang pesatnya teknologi digital yang merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan, ia bertanya: masih adakah makna hidup?
Harari melihat perkembangan teknologi yang begitu masif justru berbahaya.
Di sisi lain, dalam kacamata Martin Heidegger, seorang filsuf dari Jerman di dalam karyanya Being and Time (1927) mengungkapkan teknologi mengancam otentisitas manusia.
Cerita soal teknologi ini disampaikan oleh DR Ferdinand Hindiarto, SPsi, MSi Rektor terpilih Unika Soegijapranata dalam program Podcast Tribun Jateng baru-baru ini dan telah tayang di media sosial Tribunjateng.
Dia akan dilantik menjadi Rektor Unika Soegijapranata, September 2021 mendatang. Berikut ini petikan wawancara yang ditranskrip oleh wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto.
Setelah ditetapkan sebagai rektor 5 Agustus, masa jabatan 2021-2025, apa kesibukan Bapak saat ini?
Kesibukannya pekan ini menyusun kabinet. Tapi tidak mengganggu aktivitas rutin.
Dulu pernah jadi General Manager (GM) PSIS?
Perjalanannya cukup lika-liku. Kuliah di Fakultas Psikologi UGM S1, S2, hingga S3. Loyalis garis keras UGM (tertawa). Bergabung dengan Unika Soegijapranata pada 1996 tepat 25 tahun yang lalu.
Dari awal kemudian kesana kemari, semua tugas dijalani dari Sekretaris Redaksi Majalah Ilmiah hingga mengurus KKN dan Wakil Rektor 3 sampai 10 tahun.
Pernah di PSIS Semarang jadi GM (general manager), lalu Direktur Bisnis PSIS Semarang. Kemarin teman-teman memberi amanah menjadi rektor. Mungkin Rektor Unika harus unik, lalu ketemu saya (tertawa).
Bagaimana perasaannya saat terpilih jadi Rektor?
Perasaan santai karena sejak awal saya berangkat santai. Diminta mendaftar menyanggupi menjadi calon rektor bagi saya juga bukan hal yang istimewa, tapi harus disikapi dengan serius. Tidak ada ketegangan gitu sih, santai saja.
Di kampus saya dikenal sosok yang suka ngekek (tertawa terbahak-bahak red.) ya sampai sekarang terus ngekek. Nggak bisa spaneng. Kalau mikir yang serius saya nggak kuat.
Termasuk ketika diminta foto profil pemilihan rektor, ya saya kirimkan foto pas main bola sama PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Ditolak pula. (katanya) pak yang serius?. Lah serius saya begitu. Bicara sepak bola, tagline saya kan dibutuhkan playmaker agar tim bermain dengan benar.
Ketika diumumkan (menjadi rektor), oke saya terima tanggung jawab ini. Biasanya kalau saya melakukan sesuatu akan total. Itu ciri khas saya. Semuanya yang saya punya, yang saya bisa, akan semua saya berikan untuk tugas itu.
Supaya bisa total dan konsisten kan butuh refreshing, nah tekanan harus dimainkan dengan guyon-guyon (becanda).
Respon keluarga saat Bapak terpilih?
Saat mendaftar saya tidak bilang ke anak istri. Baru saat poster pemilihan rektor keluar, barulah anak istri tahu dari medsos (media sosial). Mereka kaget, (katanya) bapak kurang ajar nggak ngasih tahu. Ya yang namanya hidup kan harus ada surprise.
Kebetulan anak saya sudah gede. Yang paling gede juga kuliah psikologi di UGM. Yang kecil SMA kelas 12 juga akan masuk psikologi UGM. Saya mengisi formulir kesanggupan juga diam diam. Teman-teman di kampus tidak ada yang tahu. Beberapa orang kaget saat nama diumumkan.
Apa program unggulan?
Ada WA dari rektor kampus lain. Selamat Mas, selamat Dik jadi rektor di masa badai dan topan alias pandemi. Ya saya jawab, ya kebetulan rektornya Ali Topan Anak Jalanan jadi pas saja.
Ini tantangan berat, situasi pandemi jelas berdampak pada semua aspek kehidupan. Termasuk calon mahasiswa yang orangtuanya terdampak secara ekonomi. Lalu membangun jaringan untuk pembelajaran e-learning.
Saya pikir semua menarik, kompetisi semakin rapat. Kampus luar negeri menjamah Semarang. Saya mengusung tema untuk mengelola Unika 4 tahun ke depan yakni Inflammare Humanitatem yang berarti "Menyalakan Terus Kemanusiaan".
Kenapa? jujur, sekarang hidup banyak orang mengatakan tidak ada keselamatan di luar teknologi, tanda petik.
Seolah-olah kalau tidak ada teknologi akan mati. Kalau handphone (ponsel) ketinggalan saja rasanya wow, panik. Apa iya sih? Mari kembali ke kemanusiaan kita.
Bahwa relasi antarmanusia itu lebih kuat kalau komunikasi langsung. Bahwa teknologi tetap saya tempatkan sebagai alat bantu, tetapi bukan segalanya. Karena di universitas semua subjek manusia, dengan perilaku kemanusiaanya.
Pelakunya dosen dan tenaga kependidikan dengan semua macam kemanusiaan. Jadi orientasi saya fokus di sumber daya manusia, baik mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan.
►https://jateng.tribunnews.com/2021/08/24/wawancara-ferdinand-hindiarto-mantan-gm-psis-jadi-rektor-unika-soegijapranata-1?page=all.
Tribun Jateng 24 Agustus 2021 hal. 1, 11