SEMARANG (KRjogja .com)– Keamanan pangan di Indonesia dan Jawa Tengah dianggap masih bermasalah. Hal itu disampaikan Ronald H Manik STp MM, pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Semarang dalam seminar yang diselenggarakan Fakultas Teknologi Pertanian. “Salah satu penyebabnya adalah regulasi yang masih longgar” ujar Ronald yang juga alumnus FTP Unika Soegijapranata tahun 2003.
Dengan mengutip ucapan dosen tamu Unika asal Eropa Prof Nico, zat kimia yang membahayakan, menurut Ronald di Eropa tidak boleh dipakai sebagai aditif sama sekali. Di Indonesia zat aditif berbahaya masih boleh dipakai asalkan tidak melebihi ambang tertentu.
Meskipun pemerintah sudah memiliki badan yang mengurusi kemanan pangan sendiri, kuncinya justru ada pada masyarakat. Kesadaran masyarakatlah justru penting. Banyak industri rumah tangga yang menggunakan zat kimia berbahaya, bukan hanya pada makanan saja tetapi dalam pembuatan kosmetik dan obat-obatan.
Pada paparannya, Prof Nico van Straalen yang juga dosen Vrije Universiteit Amsterdam ini banyak membahas mengenai regulasi keamanan pangan di Uni Eropa. Berdasarkan pengamatan dan penelitiannya, isu-isu penting mengenai kemanan pangan di Uni Eropa sudah diatur dengan baik. Meski demikian, masyarakat tidak lantas tenang-tenang saja. Mereka tetap peka terhadap perkembangan isu. Salah satu penyebabnya adalah masifnya penggunaan media sosial.
Ahli di bidang toksikologi yang sering melakukan penelitian dengan Prof Budi Widianarko ini juga menambahkan justru dengan masifnya penggunaan media sosial masyarakat perlu berhati-hati. “Jangan langsung percaya. Apa yang dikatakan di media sosial bisa jadi benar, tapi tidak menutup kemungkinan informasi yang diberikan salah,” imbuh Prof Nico. (Sgi)
sumber : krjogja.com/read