“Kami menganggap perjuangan melawan korupsi adalah perjuangan kemanusiaan, kami hadir di tengah masyarakat sipil bagian dari gelombang perlawanan terhadap korupsi yang semakin mengurita seiring dengan merosotnya demokrasi di Indonesia,”.
Jaringan masyarakat sipil jateng membentuk lembaga antikorupsi Jateng Corruption Watch atau JCW. Kehadiran lembaga itu diakui berawal keresahan para pegiat organisasi sipil yang selama ini merasakan lembaga resmi pemberantas korupsi dilemahkan serta kondisi korupsi yang menjamur di daerah.
“Proses pembentukan Jateng Coruption Watc sebagai keprihatinan kalangan masyarakat sipil bahwa saat ini tak ada lagi lembaga yang konsen memiliki perhatian khusus terhadap korupsi, terutama di Jateng,” kata ketua Badan pengurus Jateng Corruption Watch, Benny Setianto, saat jumpa pers, Kamis 9 Desember 2021.
Benny mengatakan terbentuknya JCW telah dirintis oleh jaringan sipil terdiri LBH Semarang, Pattiro, Walhi Jateng, AJI Semarang. LRC KJHAM, PBHI Jateng Pelita, dam elSa yang kemudian mengundang personil individu yang dinilai komitmen mau terlibat dalam proses menegakkan budaya anti kroupsi.
Sejulah lembaga dan person itu sejak lama menyusun AD/ART, kondisi lain ditambah dorongan muncul lagi perkembangan kondisi korupsi semakin memburuk, tak hanya oleh pemerintah tapi dipengaruhi isu lain yang masuk dalam isu korupsi.
“Akhirnya kami bersepakat mendirikan lembaga baru (JCW) yang menjadi wahana teman-teman masyarakat sipil atau pun pihak lain menjadikan rujukan lembaga terkait isu korupsi,” kata Benny menjelaskan.
Benny sendiri didampingi oleh dua orang, yakni Mila Karmila individu akademisi yang banyak berkirah dan konsen isu korupsi. Selain itu Eti Oktaviani, wakil dari LBH Semarang masuk dalam badan pengurus.
Badan pengurus kemudian mengadakan rapat umum anggota melibatkan pihak jaringan sipil dan indidu pemilihan koordinator badan pekerja. “Kami memutuskan memandatkan bung Kahar Muamalsyah wakil unsur dari PBHI Jateng diminta kesediaanya untuk menjadi koordinator badan pekerja yang fungsinya mengkoordinir. Kahar didampingi Syukron dampingi sekretaris,” kata Benny menambahkan.
Menurut Benny mereka menjalankan program dan mohon masukan banyak pihak termasuk proses rekrutmen jika ada yang mau terlibat di dalam upaya menciptakan antikrorupsi di Jateng.
Koordinator badan pekerja Jateng Corruption Watch (JCW), Kahar Muamalsyah dalam kesempatan yang sama mengatakan butuh dukungan besar agar perlawanan lewat JCW terhadap korupsi tetap berlanjut dan semakin solid.
“Kami menganggap perjuangan melawan korupsi adalah perjuangan kemanusiaan, kami hadir di tengah masyarakat sipil bagian dari gelombang perlawanan terhadap korupsi yang semakin mengurita seiring dengan merosotnya demokrasi di Indonesia,” kata Kahar.
Kahar merupakan mantan ketua PBHI Jateng itu mengatakan kondisi saat ini tak memungkinkan JCW hanya sekedar berdiskusi berbicara. “Tapi sudah saatnya melakukan sesuatu. Termasuk di jateng sebagai salah satu penduduk terpadat dan kemiskinan besar di tengah kebijakan negara semakin jauh dari nilai demokrasi. Tentu pemantauan dan pengawasan kebijakan publik semakin ditingkatkan,” kata Kahar menegaskan.
Ia mengakui kerja JCW tak ringan, ia minta dukungan publik secara luas. Hadirnya JCW salah satunya tak hanya sebagai pemantau lembaga pemberantasan korupsi di Jateng. Ia menjelaskan selama ini mengharap ke KPK, namun yang justru dilemahkan terus oleh kekuasaan.
“sedangkan kondisi masyrakat sulit mengungkap, ditambah takut mengungkap takut bicara ke publik karena kriminalisasi,” kata Kahar menjelaskan.
Menurut dia, dibentukanya JCW sebagai kewajiban tindakan pemantauan pelaporan setidaknya kepada publik. Ia menegaskankorupsi bukan hanya kasus yang terungkap tapi membangun mental masyarakat yang dianggap sebagai suatu hal biasa.
“Kami hadir bukan hanya mengungkap, tapi bekerja dan melakukan kampanye, edukasi pada publik. JCW dibentuk untuk menjawab persoalan sistemik dan kondisi saat ini,” katanya.
►https://serat.id/2021/12/09/resah-dengan-pelemahaan-kpk-jaringan-sipil-jateng-bentuk-lembaga-antikorupsi/