Generasi muda terutama usia remaja mengalami tekanan mental saat pandemi. Mereka yang sebelumnya bisa bertemu dan bersosialisasi bersama teman-teman, namun saat pandemi mereka merasa stres, khawatir, dan kesepian.
Dekan Fakultas Psikologi USM, Dr Rini Sugiarti menuturkan, Saat pandemi para remaja juga mengalami kecemasan. Mereka merasa takut, marah, dan bingung karena aktivitas selama pandemi benar-benar dibatasi. Mereka tidak dapat bersekolah, tidak bisa bermain, dan bertemu dengan teman-temannya. Mereka mengalami kesepian dan kesehatan mental.
“Pandemi sangat berdampak bagi kesehatan psikis dan kesehatan raga para remaja. Mereka mengalami depresi, frustasi, insomnia, letih, lesu, dan demotivasi bahkan kecenderungan ingin bunuh diri,” tutumya saat Ngobrol Virtual yang diselenggarakan Suara Merdeka melaui zoom meet-ing, kemarin.
Karena itu, dibutuhkan perhatian dan edukasi yang baik dari orang tua untuk anaknya yang masih remaja. Berikan motivasi dan dukungan tentang apa yang seharusnya dilakukan saat pandemi. Sekarang ini, kasus Covid-19 mulai turun. Aktivitas mulai dilonggarkan. Masyarakat khususnya para remaja mulai bisa berjumpa dengan teman-ternannya. Mereka sudah mulai nongkrong dan makan bersama di tempat umum.
“Dengan kelonggaran ini, remaja jangan sampai ceroboh tidak mematuhi protokol kesehatan. Karena remaja cenderung ceroboh dan tidak mau menaati Prokes yang
berdampak bagi lingkungan sekitamya. Masih banyak dijumpai remaja yang enggan bahkan lupa memakai masker,” ujamya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata, dr Indra Adi Susianto mengatakan, melihat jurnal di Belanda, problematika remaja di masa pandemi menjadi persoalan serius. Remaja dikategorikan menjadi tiga usia. Remaja awal yaitu usia 10-13 tahun, remaja pertengahan usia 14-17 tahun, dan remaja akhir usia 18-24 tahun. Persoalan remaja sangatlah kompleks. “Jadi kalau remaja tidak benar-benar dididik dengan baik maka akan menjadi tidak karu-karuan,” ungkapnya.
Tiga Kategori Usia
Pada 2021, sebuah jumal di Eropa telah meneliti 54 ribu remaja yang dibagi dalam tiga kategori usia. Dan ketiga kelompok tersebut, yang paling terdampak kesehatan mentalnya selama pandemi adalah remaja dengan usia mulai 13-15 tahun. Selama pandemi, mereka merasa kesepian tidak mempunyai teman. Mereka bosan karena harus berkomunikasi dengan temen hanya melalui gagdet dan laptop. Pada akhirya menimbulkan stres, kemarahan, sulit mengontrol diri, mengalami gangguan pola makan, sulit tidur, sehingga berdampak pada kesehatannya. Remaja perempuan misalnya, mengalami gangguan perubahan hormonal seperti gangguan dalam menstruasi dan lainnya.
Remaja perempuan sangat rentan terganggu kesehatan mentalnya dibandingkan dengan remaja pria. Karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk melakukan keseimbangan kesehatan mental bagi remaja.
“Selalu mendeteksi dini perilaku remaja, sebelum mereka melenceng dari garis yang diarahkan orang tua,” ujarnya.
Ia menghimbau kepada orang tua untuk selalu mendampingi, memberikan kekuatan, dan dukungan kepada putra putrinya usia remaja dalam menghadapi pandemi ini.
►Suara Merdeka 12 Desember 2021 hal. 12
