SEMARANG – Akibat maraknya peredaran ijazah palsu di Indonesia, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mewacanakan penggunaan ijazah berhologram tersentralisasi. Namun ide ini dianggap kuno.
Beberapa ahli bidang Teknologi Informasi (TI) menilai, gagasan tersebut justru menjadi antiklimaks dari perkembangan teknologi yang diluncurkan Dikti beberapa tahun ini. Padahal, penerapan teknologi Dikti tersebut terbukti baik.
Wakil Rektor I (Bidang Akademik) Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Dr Ridwan Sanjaya yang juga dosen Sistem Informasi kepada pers di Semarang, Jumat (25/09/2015) mengatakan, hologram tersentralisasi untuk ijazah bisa menciptakan kerumitan tersendiri ketika pengelola kertas berhologram tidak dapat memenuhi jumlah dan tenggat waktu wisuda setiap perguruan tinggi yang berbeda–beda. Dan jika ada masalah seperti halnya pada kasus STNK beberapa waktu lalu, akan mengakibatkan penundaan pengeluaran ijazah bagi mahasiswa yang telah diwisuda.
Ridwan memaparkan, Kemenristekdikti seakan lupa bahwa teknologi dan pangkalan data yang telah dibangun sebenarnya sudah cukup menjawab tantangan masalah ijazah palsu. Memang dibutuhkan kerjasama dengan orang–orang yang memahami teknis dalam menghubungkan ijazah dengan data yang dibangun di perguruan tinggi. Penerapannya juga perlu kepercayaan terhadap kemandirian teknologi di masing–masing perguruan tinggi.
"Sistem informasi yang sedang dibangun Dikti bersama perguruan tinggi se-Indonesia ini bukanlah teknologi yang sulit untuk diterapkan. Sudah banyak perguruan tinggi swasta maupun negeri yang memakai teknologi dalam mengelola datanya, terlepas dari data yang selalu disetorkan kepada Kemenristekdikti. Sehingga Dikti perlu meininjau kembali rencananya penggunaan ijazah berhologram dan disentralisasi di Pusat," ujar dosen yang juga ahli komputer ini.
Unika Soegijapranata sendiri, kata Ridwan, sudah menerapkan sistem tersebut yaitu berupa QR Code yang dicantumkan pada ijazah serta memakai hologram pada logo universitas. Di samping itu, ijazah yang dikeluarkan oleh Unika Soegijapranata juga menggunakan kertas khusus dengan berbagai pengamanan seperti adanya mikro teks, visible dan invisible ink serta adanya serat sutra yang akan tampak apabila disinari UV.
"Tetapi sebenarnya yang paling utama adalah kekuatan validitas data yang bersumber pada masing–masing perguruan tinggi," imbuhnya.
Pencantuman QR Code pada ijazah, tutur Ridwan, bertujuan untuk memudahkan validasi keaslian sehingga perusahaan atau pihak-pihak yang membutuhkan informasi dapat langsung memeriksa data yang ada dengan menggunakan aplikasi QR & Barcode yang bisa diunduh melalui apps store. QR Code yang di-scan oleh aplikasi tersebut secara otomatis akan memunculkan data ijazah yang dimiliki lulusan.
(rfa)
sumber : news.okezone.com