Oleh: Aloys Budi Purnomo Pr, Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata
DALAM dua hari beruntun, sebagai pastor Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang, saya harus menghadapi dan mengalami kehilangan besar. What a shocking news! Belum usai rasa duka dan kehilangan kami atas meninggalnya Drs. George Hardjanto, Msi, seorang figur dosen teladan yang selalu murah senyum, sabar, dan transformatif sesudah saya melayani dalam ibadat requiem di hari Selasa (22/2/22); pagi-pagi di hari Rabu (23/2/22) terdapat kabar duka lagi, Guru Besar Unika Soegijapranata Semarang, Prof. Dr. Andreas Lako, SE, Msi pun berpulang.
Saya menelpon nomor handphone Prof Lako, hendak janjian untuk menghaturkan titipan surat dari Bapak Uskup Keuskupan Agung Semarang yang berisi tentang ijin untuk saya menjadi pengajar pada PDIL atas permintaan Prof Lako. Surat yang sama sebagai tembusan sudah saya kirimkan melalui WhatsApp pada hari Jumat (18/2/22). Prof Lako menyambutnya dengan gembira. Saya ingin menyempurnakan kegembiraan Beliau dengan menyerahkan versi printout-nya.
Namun, betapa mengejutkan. Saat saya menelpon nomor Prof Lako, yang menerima telepon putrinya, dengan isak tangis sambil mengabarkan bahwa Prof Lako berpulang. Guru Besar Ekonomi Unika Soegijapranata Semarang yang juga mengemban tugas sebagai Kaprodi Program Doktor Ilmu Lingkungan di universitas yang sama tersebut berpulang sesudah berolah raga di rumahnya.
Dua hari sebelum saya menjalani ujian terbuka disertasi saya (21/1/22), Prof Lako menjadi salah satu pengujinya, beliau sempat menyampaikan kepada saya bahwa baru saja mengalami serangan jantung ringan. Dokter menyarankan agar beliau menjalani perawatan Map (opname) di rumah sakit. Namun, beliau memilih untuk tidak opname karena harus menguji dua mahasiswa PDIL, salah satunya saya.
Menanggalkan diri
Dari sepercik pengalaman ini, tampak betapa Prof Lako adalah sosok Guru Besar yang bertanggung jawab. Ia bahkan tidak memperhitungkan kepentingan pribadinya sendiri demi memberikan yang terbaik kepada mahasiswa yang dilayani dan didampinginya. Beliau menghayati puncak pengabdian sebagai dosen dengan menanggalkan dirinya demi kepentingan mahasiswa yang dilayaninya.
Itulah yang membuat saya sebagai pastor, sahabat, dan pernah menjadi mahasiswa Beliau sungguh merasa kehilangan. Meninggalnya seorang Prof Dr Andreas Lako menjadi a great loss for Unika Soegijapranata (meminjam ungkapan Prof Dr Y Budi Widianarko – rekan sejawatnya – khususnya dan dunia akademik di negeri ini pada umumnya. Atas meninggalnya Prof Lako, saya pun segera mengabarkan kepada rekan saya, Mbak Hartati – redaktur opini Harian Kompas di Jakarta.
Selama ini, sebagai akademisi, Prof Lako juga aktif menulls di harian tersebut untuk membagikan gagasan-gagasannya di seputar persoalan ekonomi sesuai kompetensinya. Mbak Tati pun menyampaikan rasa duka mendalam dan rasa kehilangan sosok pemikir yang gagasan-gagasannya selalu memberikan pencerahan kepada masyarakat luas.
Dalam tulisan-tulisannya, salah satu gagasan yang terus ditawarkan adalah kepekaan untuk berani meninggalkan egoisme, menanggalkan diri sendiri, demi kepentingan masyarakat luas. Ekonomi baginya bukan soal meraup keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan diri sendiri apalagi merugikan sesama dan alam semesta. Kuncinya adalah berani menanggalkan kepentingan diri sendiri.
Green economy
Secara konseptual, di kelas PDIL Unika Soegijapranata, Prof Lako selalu menawarkan gagasan green economy, yakni konsep ekonomi yang ramah dan peduli lingkungan. Lebih dari semuanya, dasar untuk itu adalah kasih. Baginya, green economy tidak lain adalah kasih. Itulah sebabnya, pada status WhatsApp di-tulisnya: Kasihilah sesamamu.
Kepada Beliau saya selalu menambahkan: Kasihilah sesamamu dan alam semesta ini! Green economy menjadi seimbang saat kita mampu mengasihi alam semesta ini yang haus dijaga, dirawat, dilindungi, bukan untuk dirusak dan dieksploitasi, apalagi melupakan, mengabaikan, dan melecehkan generasi mendatang.
Maka, lebih dari green economy, kata saya kepada Beliau, kita membutuhkan pengembangan paradigmatis the economy of God atau God’s economy. Ekonomi yang mengacu pada kehendak Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan Bumi baik adanya sejak semula. Di balik konsep God’s economy terdapat tugas perutusan kepada manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya yang dengan akal budi dan hati nurani menjaga dan merawat makhluk ciptaan lainnya. Itulah yang dalam prinsip ekologi disebut dengan komitmen memberikam keadilan, perdamaian, kelestarian lingkungan dan keutuhan ciptaan.
Prof Lako selalu tersenyum setiap kali mendengarkan penjelasan saya tersebut dan menyatakan “Oke Romo!” Beliau tidak hanya mengangguk setuju, melainkan juga berupaya untuk mengakomodir gagasan saya tersebut.
Namun, sejak Rabu pagi (23/2/22), saya tidak akan pernah lagi mendengar frasa penuh kasih “Oke. Romo!” dengan senyum yang mengembang dari wajah Prof Dr Andreas Lako. Senyumnya sudah didedikasikan dalam kebersamaan abadi di kehidupan abadi. Tinggallah siapa saja yang mengenal dan pernah bersama Beliau ditantang untuk mewarisi kebaikan dan komitmen yang selama ini diteladankannya kepada kita! Selamat jalan Prof Andre! Requescat in Pace! (*)
# Tribun Jateng 24 Februari 2022, hal. 2
https://jateng.tribunnews.com/2022/02/24/opini-aloys-budi-purnomo-pejuang-green-economy