Berawal dari keinginan mengisi waktu luang saat liburan, beberapa mahasiswa Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika melakukan beberapa kegiatan. Di antaranya memproduksi iklan dan film dokumenter dengan peralatan seadanya.
Ya, itulah awal terbentuknya unit kegiatan mahasiswa Komunitas Film Milik Kita (Kofi Milk). Mastio R Gulfora, salah satu perintis Kofi Milk bercerita komunitas ini memang diawali dari pembuatan iklan. Saat itu tahun 2014, Tio dan beberapa kawannya ingin mengikuti sayembara pembuatan video promosi yang diadakan Unika.
Berbekal beberapa kamera, Tio mengawali proses produksi dibantu beberapa kawannya. Semua data video terkumpul, proses editing juga sudah selesai. Hanya saja, masih ada satu pekerjaan menjelang akhir pengumpulan karya. Mereka belum memiliki nama tim produksi.
‘’Ya saat itu kami langsung rapat untuk mencari nama yang pantas untuk tim kita. Salah satu yang dipertimbangkan, nama yang dipilih akan kami gunakan terus, karena kami masih ingin terus berkarya di bidang videografi dan sinematografi,’’ujarnya.
Nah, dari enam nama yang diusulkan, terpilih nama Kofi Milk sebagai nama tim. Nama ini dipilih tak lepas dari suasana rapat mereka yang ketika itu sembari minum kopi susu.
‘’Terbesitlah di benak salah satu anggota untuk menggunakan kata kofimilk sebagai representasi kelompok mereka,’’ kenang Tio.
Karya pertama mereka itu berhasil meraih Juara Harapan I. ‘’Sebagai karya awal, raihan itu membanggakan,’’ucap Tio.
Setelah itu, Kofi Milk merambah film dokumenter. Film dokumenter pertama karya mereka diberi judul Untukmu Indonesia. Film ini bercerita tentang seorang difabel yang tak ingin menggantungkan hidupnya pada orang lain.
Seperti karya sebelumnya,
Untukmu Indonesia juga diikutkan kompetisi. Hasilnya, film yang disutradarai Noverio Ady Prakoso menyabet Juara I.
Peralatan Produksi
Kedua karya awal ini merupakan bukti keseriusan Tio, Noverio, dan beberapa kawannya menggeluti bidang videografi dan sinematografi.
Hadiah dari kedua karya itu mereka gunakan untuk membeli peralatan produksi.
‘’Dua karya awal kami produksi dengan perlatan seadanya. Kalau kami ingin komunitas ini terus berkarya ya kami harus memperbahuri alat produksi. Oleh karena itu hadiah yang kami dapat kami belikan beberapa alat baru,’’cerita Noverio.
Setelah mengikuti dua kompetisi, anak-anak Kofi Milk terlibat dalam penggarapan iklan layanan masyarakat yang ditayangkan di TVRI.
Ada tiga karya yang mereka buat untuk Tv nasional itu. Yang menarik, ketiga iklan itu mereka buat dalam satu hari.
‘’Waktu itu pihak TVRI memberi kami waktu sangat pendek,’’cerita Tio.
Tahun kedua ini, sekitar 86 orang terdaftar sebagai anggota Kofi Milk. Walau nggak semua aktif ikut pelatihan dan produksi, Noverio selaku ketua Kofi Milk tahun ini nggak pernah memaksakan anggotanya untuk terlibat di setiap kegiatan Kofi Milk.
‘’Yang terpenting setiap anggota kami beri ilmu yang sama di setiap pelatihan.
Mereka mau ikut proses produksi atau nggak, ya itu keputusan mereka. Intinya belajar bisa darimana saja, kalau mau belajar teori di kelas saat pelatihan, boleh-boleh saja, tapi alangkah lebih baik bila teori itu di praktikan,’’pungkasnya. (92)
sumber : berita.suaramerdeka.com/smcetak
”Copy Paste’’ dan ”Pisang Molen’’
Berkarya dan terus berkarya. Itu prinsip yang dipegang semua anggota Kofi Milk. Memang tak semua kompetisi mereka ikuti. Namun, setiap bulan mereka selalu memproduksi film. Selain untuk kompetisi, diharapkan bisa menambah skill anggota Kofi Milk.
Setelah berkarya tingkat lokal dan ikut membantu proses pembuatan iklan layanan masyarakat salah satu TV nasional, anggota Kofi Milk mulai menatap kompetisi nasional. Kompetisi pertama yang mereka ikuti adalah pembuatan film antikorupsi yang diadakan KPK.
Dengan judul film Copy Paste, film yang disutradarai Tio itu berhasil masuk 10 besar. Raihan yang dahsyat jika melihat jumlah peserta kompetisi yang mencapai 556 peserta dari seluruh Indonesia.
‘’Mental kami sempat turun saat mengetahui juara film dokumenter yang diadakan KPK adalah anak SMA. Tapi hal itu tak berlangsung lama, karena kami segera bisa menjadikan kenyataan itu sebagai pemicu untuk terus belajar dan berkarya,’’ucap Rivo Setiawan, anggota Kofi Milk.
Gagal di kesempatan pertama, mereka mencoba peruntungan untuk kedua kalinya. Tahun ini film berjudul Pisang Molen mereka ikut kompetisi yang juga digelar KPK.
Film ini bercerita tentang dua mahasiswa yang memiliki uang Rp 30 ribu. Mereka harus membagi uang itu untuk memenuhi kebutuhan membeli buku dan kebutuhan makan.
Kedua mahasiswa ini sepakat membeli buku seharga Rp 25 ribu, sisanya untuk membeli makanan. Dalam perjalanan pulang dari membeli buku mereka membeli 10 pisang molen dengan harapan dapat membuat mereka kenyang. Tokoh pertama makan enam buah dan tokoh kedua makan empat buah. Anehnya, masih ada sisa dua pisang molen. Nah, konflik mulai muncul antara tokoh pertama dan kedua. Tokoh kedua ingin sisa pisang molen tadi dikembalikan, sedangkan tokoh pertama ingin menghabiskannya.
‘’Singkat cerita, setelah makan enam buah pisang molen tokoh pertama tidur, sedangkan tokoh kedua mengambil pisang molen itu dan mengembalikan pada penjual tadi,’’cerita Noverio. (92)
Fransiscus Anton Saputro
sumber : berita.suaramerdeka.com/smcetak