SEMARANG – Di luar sejumlah rancangan desain yang sudah pernah dibahas untuk Kota Lama Semarang, ada ide rancangan desain baru. Yakni menjadikan Kota Lama sebagai bentang kuliner. Hal itu disampaikan oleh Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Prof Budi Widianarko.
”Menjadikan Kota Lama sebagai foodscape. Konsep itu mengacu pada bentang budaya, lingkungan budaya makanan kaum urban dan sebuah diskursus yang memediasi hubungan kita dengan makanan,” kata Budi dalam seminar internasional Urban Heritage and Infrastructure Development (UHSID) di Unika, Sabtu (14/11).
Konsep bentang kuliner itu bisa terdiri dari restoran cepat saji, makanan jalanan, tempat sarapan dan makan siang, grosir makanan, kafe, hingga tempat penjaja makanan tradisional. Tidak akan berbentuk tetap, tapi tergantung pada perluasan lingkungan.
”Isinya akan sangat heterogen,” lanjut Budi. Saat ini, sudah ada beberapa tempat penjaja makanan yang beragam di Kota Lama. Bisa diakses oleh semua kalangan, dari kelas bawah hingga atas. Seperti Restoran Ikan Bakar Cianjur, Kafe Spiegel dan Teko Deko, Sate Kambing 29, sampai angkringan.
Sejumlah peneliti melakukan observasi di Kota Lama. Salah satunya Esther Vlaswinkel, ahli perencanaan kota. Menurutnya, Kota Lama saat ini sangat cocok jika difungsikan sebagai ruang publik. ”Keadaan di sekeliling Kota Lama dan Kota Semarang secara umum, sangat memungkinkan untuk memfungsikan Kota Lama sebagai ruang publik,” katanya dalam seminar.
Memfungsikan Kembali
Pakar Manajemen Heritage, Boudewijn Goudswaard yang juga menjadi salah satu pembicara dalam seminar mengatakan, untuk memfungsikan kembali Kota Lama, harus ada komunikasi yang baik dari seluruh pihak terkait. ”Sebuah pusaka peninggalan sejarah, bisa saja di desain ulang. Tidak harus sama fungsinya dengan fungsi semula. Untuk itu, harus ada diskusi dengan pihak-pihak yang berkepentingan,” katanya.
Menurutnya, penting untuk menentukan apakah bentuk yang akan mengikuti fungsi, ataukah fungsi yang akan mengikuti bentuk, dalam mendesain ulang Kota Lama. Senada, Relawan dari PUM Dutch Senior Expert, Steef Buijs juga menyebut harus ada komunikasi yang baik dengan berbagai pihak, terutama pemerintah. Persoalannya, kepemilikan gedunggedung di Kota Lama saat ini sebagian besar tidak berada di bawah pemerintah.
Meski pemerintah sebetulnya sudah memiliki desain besar untuk Kota Lama. Pemerintah Kota Semarang hanya memiliki satu gedung, Oudetrap, yang baru dibeli. ”Kami bisa merenovasi jalan, dan sistem drainasenya mungkin. Namun tidak untuk gedung-gedungnya, karena dimiliki oleh perorangan,” kata Safrinal Sofaniadi dari Bappeda Kota Semarang yang hadir sebagai peserta seminar. (H89-91)
sumber : berita.suaramerdeka.com
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi