Pemerintah Kota Semarang terus berupaya melakukan pencegahan banjir rob terulang, salah satunya dengan mempercepat proyek sabuk pantai di kawasan rob.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi bahkan menyebut bahwa proyek sabuk pantai itu diperkirakan bakal selesai hingga 2023.
“Penyelesaiannya biasanya 2 tahun kalau besok dikerjakan tahun 2023 bakal selesai,” kata Hendrar, saat dikonfirmasi, Senin (30/5/2022).
Menurutnya, sabuk pantai itu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi rob di kawasan pesisir Kota Semarang.
Selain itu, menurutn Hendrar, dana untuk proyek tersebut dialokasikan sekitar Rp 300 miliar.
Pihaknya akan segera berkomunikasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) agar segera melakukan lelang pembangunan proyek sabuk pantai tersebut. “Perkiraan ada anggaran sekitar Rp 300 miliar,” ujar dia.
Penyebab dan penanganan banjir rob di Semarang
Pakar hukum lingkungan dari Univesitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Benny Setianto mengatakan, ada beberapa faktor penting penyebab terjadinya banjir rob beberapa waktu lalu.
Selain faktor cuaca ekstrem, ada dugaan soal penurunan permukaan tanah dan pembiaran pengambilan air tanah.
“Dugaan saya, penurunan permukaan tanah juga terjadi lebih cepat dari sebelumnya karena beban pembangunan di daerah pesisir,” katanya kepada Kompas.com.
“Serta pembiaran pengambilan air tanah dalam skala yang lebih besar dari sebelum-sebelumnya,” imbuhnya.
Benny juga mengatakan, penanganan banjir rob sudah beberapa kali dilakukan.
Salah satunya dengan memakai Kali Banger di Kampung Tambakrejo sebagai pilot project sistem polder Belanda.
Saat itu, menurutnya, permukaan air kali Banger turun sekitar 1M dari level biasanya untuk jangka waktu lama.
Sebagai informasi, sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir rob dengan kelengkapan sarana fisik satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan yang meliputi sistem drainase kawasan, kolam retensi, tanggul keliling kawasan, pompa dan pintu air.
“Namun pemeliharaan dari empat komponen polder tidak dilakukan semestinya. Pemeliharaan tanggul, pengerukan badan sungai, pemeliharaan pompa dan pembersihan sampah dari badan sungai. Akibatnya kondisi sungai menjadi kembali seperti sebelum sistem polder diterapkan,” katanya.
Pengerukan sedimentasi
Terkait pembangunan bendungan muara yang sekaligus dijadikan jalan tol, menurut Benny, seharusnya diikuti dengan pengerukan sedimentasi.
“Pengerukan itu dilakukan secara lebih sering di semua aliran sungai yang berkontribusi pada muara yang dibendung dibantu dengan pompa pembuangan ke laut. Yang saya sampaikan tersebut dilakukan oleh pemerintahan Kota Semarang,” katanya.
Selain itu, kata Benny, Pemerintah Provinsi juga harus lebih proaktif dalam pengelolaan drainase. Koordinasi Pemprov akan membuat penanganan drainase akan lebih efektif.
“Pengelolaan drainase masih terkotak-kotak ke dalam kewenangan Pemkot dan Pemkab, butuh kerjasama yang lebih luas di bawah koordinasi Pemprov agar semakin efektif,” pungkasnya.