SEMARANG, suaramerdeka .com – Kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran lahan gambut terjadi lantaran tidak diberinya informasi dan adanya aturan yang jelas mengenai, pemanfaatan lahan gambut untuk kepentingan industri.
Ketua Pokja Karhutla IABI Prof Azwar Maas menyatakan, sebagian besar kebakaran lahan gambut karena adanya kesalahan pengolahan lahan.
“Lahan gambut terjadi dari tumpukan pohon yang sudah tumbang di atas lahan berawa. Pada umumnya terdapat kubah yang berisi air. Lahan gambut adalah lahan yang selalu lembab sepanjang tahun,” kata Azwar dalam Seminar “Pasca Kabut Asap : Tinjauan Perlindungan Lingkungan dan Kesehatan” di kampus Unika Soegijapranata, Jumat (20/11).
Jika lahan gambut ditanami kelapa sawit yang membutuhkan banyak sekali air, sekitar 400 liter per hari menurutnya akan membuat lahan tersebut mengering. Demikian juga tanaman lainnya yang bukan endemi lahan gambut, tidak membuat lahan tersebut lembab.
“Gambut sebagai sumber air harus dilindungi dengan menata kubah dan meminimalkan saluran drainase di sekeliling kubah. Mencegah kebakaran gambut dengan tidak membiarkan gambut kering dipermukaan melalui pengaturan muka air tanah atau saluran dengan PP 150 Tahun 2000 dan PP 71 Tahun 2014,” papar ahli gambut asal UGM tersebut.
Sementara Dosen Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata Prof Dr Agnes Widati SH CN menyorot bencana asap dari perspektif anak dan perempuan. Ia melihat dari pemberitaan maupun data yang dipaparkan oleh media dan pemerintah tidak menunjukkan jenis kelamin, korban yang terpapar akibat kabut asap.
“Laki-laki sebagai pelaku karena membiarkan atau secara aktif melakukan pembakaran yang menyebabkan kabut asap. Sampai saat ini tidak ada data yang menunjukkan bahwa ada atau tidak korban dari kalangan perempuan,” tuturnya.
Ketimpangan kekuasaan dalam relasi personal, emosional antara laki-laki dan perempuan serta anak menunjukkan berarti data yang ada adalah yang berbasis kekerasan gender dan anak. Kekerasan gender merupakan satu bentuk diskriminasi yang menghambat perempuan dan anak dalam melakukan tanggung jawab dan memeroleh hak-haknya sebagai warga negara.
Selain dua narasumber tersebut, seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Pascasarjana Magister Hukum Kesehatan dan Magister Lingkungan dan Perkotaan juga menghadirkan dua narasumber lainnya. Diantaranya Dr Endang Wahyati SH MH dosen Magister hukum kesehatan Unika Soegijapranata dan Hotmauli Sidabalok SH CN MHum dosen Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata.
sumber : berita.suaramerdeka.com