Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga, pengajar Community Development pada sekolah pasca sarjana di UNS Surakarta dan UNIKA Soegijapranata, Semarang
Pembangunan gedung tahap pertama SMA Negeri Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah diresmikan Jumat, 17 Juni 2022 lalu, dan saat peresmian itu pula diumumkan bahwa sekolah baru ini akan segera menerima pendaftaran calon siswa baru untuk tiga rombongan belajar (kelas) pada tahun ajaran 2022/2023.
Pada saat tulisan ini disiapkan (08/07/22) pendaftar yang terutama datang dari lulusan 4 SMP di Kecamatan Tawangmangu itu jumlahnya sudah mencapai 213 pendaftar, padahal yang akan diterima sebanyak 108 calon siswa untuk tiga kelas.
Animo calon siswa begitu tinggi/besar, dan pasti ada pertanyaan mengapa, – meskipun disebut-sebut SMA negeri – , sekolah baru ini menarik? Salah satu pendorongnya, karena SMA baru ini, sejak hampir dua tahun lalu diimpikan berdirinya oleh Bapak Ganjar Pranowo, Gubernur Jateng, dirancang sebagai sekolah futuristik.
SMA Negeri Tawangmangu ini terealisasi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Konon, Karanganyar adalah tanah masa kecil Pak Gubernur, dan pada suatu ketika bertemu teman sepermainan masa kecil yang mengusulkan agar di Tawangmangu ada SMA.
Terinspirasi oleh usulan teman masa kecil itu, Pak Ganjar Pranowo memutuskan konsep sekolah futuristik untuk SMA yang segera dibangunnya. Konsep dasar sekolah futuristik ini meliputi tiga komponen utama, yaitu futuristik secara geografis, kultural, dan mimpi besar masa depan.
Sejak berdirinya saat ini dan ke depannya, sekolah ini diberi tiga mandat utama yakni, pertama: menjaga seraya menawarkan keindahan alam pegunungan Tawangmangu sebagai salahsatu destinasi wisata pemandangan alam dan air terjun yang berada di lereng gunung Lawu.
Atas dasar inilah, maka pembangunan gedung tahap kedua yang sudah dimulai awal Juli lalu fokus utamanya adalah menambah ruangan kelas dan yang terpenting adalah pembangunan gedung teater terbuka berlatar belakang Gunung Lawu. Alam pegunungan dan Gunung Lawu benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh bangunan gedung sekolah futuristik ini.
Kedua, bangunan teater terbuka ini harus dioptimalkan pemanfaatannya oleh sekolah dan masyarakat sekittar untuk menjaga dan menawarkan aspek-aspek kultural lokal/setempat. Gedung teater terbuka diharapkan tidak pernah kosong dari kegiatan latihan-latihan seni tradisional setempat, juga untuk pentas-pentasnya yang melibatkan masyarakat setempat.
Dirancang, kelak pada setiap hari Minggu dan hari-hari libur umum, teater terbuka ini menyuguhkan pentas-pentas seni secara gratis kepada wisatawan yang berkunjung ke Tawangmangu.
Jadwal pentas harus diatur sebaik dan seadil mungkin bagi kepentingan pentas oleh siswa SMA futuristik itu maupun pentas warga masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, gedung teater terbuka ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengadakan perhelatan keluarga atau kampung, mengingat di zona itu belum ada gedung pertemuan yang memadai.
Di lokasi sekolah, masih ada ratusan meter persegi lahan sawah yang akan dioptimalkan pengelola sekolah agar para siswa tetap mengenal kultur bertani maupun bercocok tanam sebagaimana kultur itu sangat dikenal oleh masyarakat pegunungan Tawangmangu dan sekitarnya.
Mandat Ketiga
Ketiga, mimpi besar yang harus dibangkitkan terutama bagi siswa, ialah pada waktunya yang tepat nanti (diperkirakan setelah tiga tahun berjalan), sekolah futuristik ini akan membangun guest house untuk menampung siswa yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk siswa dari luar negeri.
Mimpi besarnya antara lain, pertukaran budaya akan rutin terjadi di sekolah futuristik ini karena dukungan fasilitas sekolah, namun juga karena tuntutan zaman memang harus terjadi begitu.
Dapatlah dibayangkan betapa nantinya Tawangmangu akan semakin menarik minat siapa pun untuk datang ke sana; mau datang untuk menempuh ilmu di sekolah futuristik itu, ataupun datang untuk menikmati pentas kultural baik dari daerah masing-masing, maupun bahkan dari kultur negeri asing yang diwakili oleh siswa yang menempuh sekolah di situ.
Mengapa SMA, Bukan SMK?
Sejak muncul gagasan sekolah futuristik, perdebatan tentang mengapa SMA bukannya SMK telah muncul. Dan perdebatan itu sangat masuk akal mengingat tiga mandat utama yang disebutkan di atas, rasa-rasanya lebih cocok untuk SMK.
Mimpi besar yang diharapkan terbangun lewat pergaulan internasional antar-siswa diharapkan memunculkan mimpi besar lainnya, semisal “from Tawangmangu goes to anywhere.” . Atau, jika merujuk yang dikatakan staf ahli gubernur Jateng berulang-ulang, sekolah futuristik ini mengajak para siswa “bisa ke mana-mana tanpa harus pergi ke mana; bisa di mana-mana karena sudah tahu harus kemana.”
Ungkapan inilah yang dipakainya menjawab pertanyaan mengapa SMA, bukan SMK, yakni salah satu sifat sekolah menengah atas adalah mengajak para siswanya bermimpi luas, liar, dan leluasa (bermimpi secara 3 L); sedangkan bagi para siswa SMK, sejak awal, termasuk sering muncul dari dukungan orang tua, para siswa diajak lebih terfokus kepada pilihan kepada keterampilan tertentu untuk menjadi tenaga profesional.
Catatan sangat mendasar dan penting atas sekolah futuristik ini hanya satu saja, yakni hendaknya kepala sekolah dan guru-guru SMAN Tawangmangu nan sekolah futirstik ini terdiri atas mereka yang benar-benar sosok yang berpikir futuristik juga, mau berlajar dan terus belajar, terbuka, dan jangan lupa orang yang punya mimpi besar.
Sejak mengawali tahun ajaran 2022/2023 inilah saat paling kritis dan menentukan, sebab kalau penugasan sebagai kepala sekolah dan guru diserahkan kepada mereka “yang biasa-biasa saja,” mimpi sekolah futuristik kelak hanya akan menjadi jargon tanpa fakta lapang yang akan ada bukti nyatanya.
Tegasnya, sekolah futuristik mulai saat ini bukan lagi semata-mata mimpinya Gubernur Jawa Tengah, melainkan sudah harus menjadi mimpi semua pihak di SMAN Tawangmangu, Pemda, berikut masyarakatnya.
Selamat datang sekolah futuristik.
#https://suarabaru.id/2022/07/17/sekolah-futuristik-ala-jawa-tengah