Oleh: JC Tukiman Taruna, Ketua Dewan Penyantun Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata, Semarang
Ketika saya menyiapkan naskah ini, ada sebuah bacaan yang menggelitik dengan topik “Berjaga-jaga dan waspadalah sebab kedatangan orang jahat atau kejahatan itu tidak dapat kita perkirakan.”
Kata-kata itu segera mengingatkan kejadian dua minggu lalu yang menimpa istri seorang teman. Ia didatangi dua orang yang entah bagaimana rentetan ceriteranya, tahu-tahu ia kena tipu jutaan rupiah hanya dalam tempo kurang dari setengah jam.
Zamannya memang rasanya semakin banyak sambang, sambu, lan sambodana. (Catatan: Inilah kekayaan dan kehebatan bahasa Jawa, ada saja ungkapan-ungkapan yang sangat pas dengan kondisi mutakhir).
Sambang
Ada dua makna atas kata sambang ini, pertama, sambang berarti nganglang ing wayah bengi, yaitu orang berjalan (mungkin tanpa arah tujuan) di waktu malam hari. Mungkin dia melakukannya seraya nyenyuwun, menyampaikan permohonan kepada Tuhan; mungkin juga asal jalan saja.
Makna kedua, ialah lelara sing tekane dadakan sarta bebayani, yaitu sedang terjadi wabah penyakit yang tiba-tiba berjangkit dan berbahaya. Makna kedua inilah yang harus disikapi seraya berjaga-jaga dan waspada karena datangnya wabah penyakit berbahaya itu kita tidak tahu kapan, di mana dank arena apa. Contoh mutakhir katanya kita semua perlu berjaga-jaga dan waspada terhadap cacar monyet.
Bagaimana cara terbaik berjaga-jaga dan waspada terhadap bahaya terserang cacar monyet? Selama pandemi Covid-19 lalu, warga masyarakat kita sudah terlatih, bahkan teruji untuk mampu mencegahnya.
Maka, dengan cara seperti itu pulalah cacar monyet rasanya dapat ditanggulangi, yaitu tetap terus terapkan pola hidup sehat (cuci tangan, pakai masker, dll) dan juga hindari kontak langsung dengan banyak orang. Penanggulangan dari sisi medis lainnya, kita tunggu saja penjelasan pihak berwajib.
Sambu lan Sambodana
Kita perlu berjaga-jaga dan waspada juga terhadap adanya/munculnya sambu, yaitu pasti ada saja orang nylamur dadi telik. Itulah arti sambu, yaitu di zaman sekarang ini, amat banyak orang yang sering berlagak petugas atau orang penting; atau juga ada saja yang menyamarkan dirinya seolah-olah sebagai intel padahal itu semua dilakukan untuk berbuat tidak baik/jahat. Sementara itu, seraya berlagak sebagai “seseorang” itu ia/mereka dapat saja menempuhnya secara sambodana, yaitu berkata-kata manis, empuk, penuh iming-iming.
Sambodana menegaskan bahwa seseorang (mungkin saja berkelompok) menjalankan aksi tidak baiknya lewat bujuk rayu, secara lisan (ujar) menjelaskan sesuatu dengan sangat fasihnya. Istri teman yang kena tipu seperti contoh di awal tulisan ini, rasanya mewakili betapa ia kena sambodana, kena bujuk rayu lewat kata-kata atau ujaran manis menggiurkan.
Mungkin ada yang tergelitik bertanya: Apakah contoh kasus Pak Sambo mirip-mirip dengan sambang, sambu, lan sambodana yang dijelaskan ini? Dalam konteks sangat luas lagi liar, mungkin saja dapat ditarik benang merah peringatan untuk semua pihak: Mari tetap berjaga-jaga dan waspada, karena kasus mirip-mirip Pak Sambo, semoga saja tidak menjadi wabah sing bebayani (sambang), dan juga tidak menyuburkan cara-cara sambu, apalagi sambodana.
Mari, tetap berjaga-jaga dan waspada.
#https://suarabaru.id/2022/08/28/berjaga-jaga-dan-waspadalah-banyak-sambang-sambu-lan-sambodana