TRIBUNJATENG .COM, SEMARANG – Penyakit Epilepsi atau bagi orang awam sering menyebutnya penyakit ayan, tidak disebabkan oleh bakteri atau virus, melainkan karena terjadinya aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak sehingga menyebabkan berbagai reaksi pada tubuh manusia mulai dari bengong sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran, kejang-kejang dan atau kontraksi otot.
Banyak pula di kalangan masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala epilepsi dan cara menanganinya ketika penyakittersebut menyerang. Bahkan ada yang menganggap bahwaepilepsi adalah penyakit yang menular.
Untuk mempelajari dan mensosialisasikan tentang penyakitepilepsi dan pendampingannya, pada Sabtu (16/1/2016), Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata menyelenggarakan kegiatan seminar dengan tema "Seminar Epilepsi : Kondisi Neuropsikologis dan Pendampingan Psikologis" yang dilaksanakan di ruang 402, Gedung Antonius.
Pembicara dalam kegiatan seminar tersebut adalah Dr Marc PH Hendriks dari Radboud University, Nijmegen, Belanda dan Dr Indria Laksmi Gamayanti MSi, Psikolog dari RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, serta dimoderatori oleh Kuriake Kharismawan.
"Epilepsi merupakan penyakit pada saraf yang kronis dan tidak mengenal jenis kelamin. Penyakit ini tidak menular, jadi anggapan masyarakat mengenai epilepsi menular dari buih air liur penderitanya adalah salah. Anak-anak biasanya lebih sering mengalami kekambuhan epilepsi. Dalam proses penanganannya, perlu juga pendampingan dari orang-orang disekitarnya untuk menjauhkan benda-benda tajam dari penderita epilepsi" jelas Marc dalam keterangan tertulisnya.
Sedangkan dari sisi pendekatan psikologis penderita epilepsipada anak yang dibawakan oleh Dr Indria Laksmi Gamayanti, M.Si menjelaskan tentang bagaimana peran orang disekitar sang anak penderita epilepsi.
"Epilepsi dapat mempengaruhi anak dalam berbagai sisi kehidupannya dan memiliki risiko gangguan psikologis dan perilaku. Anak yang memiliki riwayat epilepsi biasanya memiliki problem dalam sekolah seperti diejek oleh teman-temannya yang berakibat ia menjadi minder, malu,dan cemas. Dan kondisi ini bisa menyebabkan timbulnya masalah dalam emosi dan perilakunya, sehingga perlu dilakukan pendekatan secara psikologis untuk sang anak penderita epilepsi oleh orang tua dan guru untuk mencegah timbulnya permasalahan emosi pada anak," tutur Dr Indria. (*)
Laporan Reporter Tribun Jateng, Rival Almanaf
sumber : jateng.tribunnews.com