Tim penerima hibah Matching Fund Kedaireka Ditjen Dikti Ristek 2022 dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang, belum lama ini mengadakan kegiatan penelitian di Yogyakarta.
Penelitian ini berjudul ‘Pengembangan Start-Up Perhutanan Sosial untuk Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani Perhutanan Sosial’. Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari itu, fokus pada diskusi untuk pembentukan unit bisnis dan peningkatan kapasitas koperasi perhutanan sosial.
Kegiatan penelitian ini diketuai B Linggar Yekti Nugraheni SE MCom PhD CA, yang memiliki latar belakang keilmuan akuntansi. Selain itu juga, melibatkan peneliti dan mahasiswa dari disiplin ilmu manajemen, perpajakan, pengolahan pangan, ilmu komputer dan ilmu hukum.
Tim peneliti dari Unika sendiri terdiri dari Dr Agnes Advensia Chrismastuti SE MAk CPA, R Setiawan Aji Nugroho ST MComp IT PhD, Dr Robertus Probo Yulianto Nugrahedi STP MSc, Shresta Purnamasari SE MSc, Christya Putranti SH MH, Apelina Theresia SE MAk, dan Stefani F Dewi SE MSc.
Pada kesempatan itu, beberapa offtakers yang hadir dan membeli komoditas dari perhutanan sosial, antara lain dari PT Fairventures Social Forestry, PT Indika Multi Properti, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Obor Tani, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta dan pendiri Bank Petani, Masril Koto. Hadir juga jajaran manajemen Bank BNI Kanwil Jateng.
Acara diskusi dibuka Dewan Pembina Gerakan Masyarakat Perhutanan, Prof Dr Ir San Afri Awang MSc, guru besar Fakultas Kehutanan UGM, yang sekaligus menjadi partner dari kegiatan penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Unika Soegijapranata.
Disampaikan Awang, pihaknya mengajak seluruh petani perhutanan sosial, untuk menghidupkan roh koperasi dalam mengembangkan usaha dan unit bisnis perhutanan sosial.
Ketua peneliti, Linggar Yekti menjelaskan, diskusi pembentukan unit bisnis ini menjadi langkah penting, agar petani perhutanan sosial dapat berkomunikasi dengan para offtakers secara langsung.
”Langkah ini diambil, sehingga dapat memutus mata rantai distribusi komoditas petani perhutanan sosial, yang selama ini panjang dan rumit,” kata Linggar, seperti dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Menurut dia, peneliti bersama dengan beberapa pihak yang hadir, juga mengembangkan model unit bisnis yang mengedepankan peran koperasi dalam kegiatan usaha, yang dilakukan Gema Perhutanan Sosial.
”Offtakers juga memaparkan semua kebutuhan mereka, kemudian petani merespon kebutuhan itu, dengan menawarkan komoditas yang bisa dijual kepada pihak offtakers. Diskusi ditutup dengan kesepakatan bersama, antara semua pihak yang hadir, untuk mendukung usaha dan unit bisnis yang akan dikembangkan Gema Perhutanan Sosial,” ujarnya.
#https://suarabaru.id/2022/10/05/distribusi-komoditas-petani-perhutanan-sosial-terlalu-panjang-dan-rumit