Di Jawa Tengah sejak Juli 2017 sudah beroperasi angkutan umum di wilayah aglomerasi dengan skema pembelian layanan (buy the service) menggunakan APBD Provinsi Jawa Tengah. Sekarang sudah beroperasi 6 koridor dengan total panjang 235 km yang dilayani 98 armada bus, 439 halte dan 35 rambu bus stop. Terjadi perpindahan (share mode) ke Bus Trans Jateng dari pengguna angkutan umum sebanyak 50,71 persen dan dari kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) 46,39 persen. Sekitar 75 persen penumpangnya berkelamin perempuan. Penurunan biaya transportasi rata-rata per penumpang per bulan setelah menggunakan Bus Trans Jateng adalah Rp 103.321,00
Kondisi angkutan umum di Jawa Tengah (tahun 2012), jumlah armada AKDP sebanyak 6.445 kendaraan. Saat ini hanya tertinggal 3.827 kendaraan yang beroperasi karena pengusaha tidak sanggup meremajakan armada. Rata-rata sudah di atas 25 tahun. Usia kendaraan lebih 10 tahun mencapai 60 persen. Sebanyak 90 persen armada Bus AKDP tidak dilengkapi pendingin, alat pemadam kebakaran, palu pemecah kaca dan tidak ramah difabel. Akibatnya, penumpang berkurang, pendapatan berkurang, sehingga tidak mampu menutup biaya operasional kendaraan.
Sebelum Direktorat Jenderal Perhubungan Darat meluncurkan Program TEMAN BUS dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dengan Program BISKITA dengan skema pembelian layanan ( buy the service/BTS) tahun 2020. Pemprov. Jawa Tengah sudah mendahului meluncurkan Bus Trans Jateng.
Sejak Juli 2017, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah meluncurkan layanan Angkutan Aglomerasi Perkotaan (Bus Trans Jateng) dengan skema pembelian layanan ( buy the service). Hingga sekarang telah beroperasi di 4 wilayah aglomerasi, yaitu Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi) 3 trayek, Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) 1 trayek, Purwomanggung (Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung) 1 trayek dan Subosukowonosraten (Sukoharjo, Boyolali, Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten) 1 trayek.
Bus Trans Jateng melayani rute-rute yang menghubungkan wilayah aglomerasi perkotaan di Jawa Tengah. Melayani sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keteraturan, kesetaraan dan keterjangkauan. Total dilayani oleh 98 unit bus.
Prinsip yang digunakan adalah tidak menggusur tetapi menggeser. Operator yang ada dengan rute yang dilalui layanan Bus Trans Jateng dapat menjadi bagian dari operasional Trans Jateng. Tidak menambah jumlah kendaraan di trayek yang akan dilayani tetapi justru mengurangi dengan sistem scraping kendaraan berdasarkan kapasitas kendaraan. Armada Bus Trans Jateng menggunakan jenis bus medium dengan kapasitas 40 penumpang (duduk dan berdiri).
Adapun aturan perbandingan scraping adalah 4 kendaraan angkot/angkudes berbanding 1 armada Bus Trans Jateng, 3 kendaraan bus kecil berbanding 1 armada Bus Trans jateng, 2 kendaraan bus sedang berbanding 1 armada Bus Trans Jateng, 1 kendaraan bus besar berbanding 1 armada Bus Trans Jateng. Disamping itu, para operator yang ada dapat membentuk konsorsium sebagai calon operator layanan Bus Trans Jateng dan mengikuti proses lelang melalui ULP.
Akan beroperasi koridor ketujuh
Tahun 2023 direncanakan akan beroperasi Bus Trans Jateng di koridor Surakarta – Wonogiri sepanjang 40 km. Koridor ini merupakan Bus Trans Jateng ketujuh. Sepanjang koridor ini akan dilayani 14 bus sedang dengan 128 halte. Bus yang akan beroperasi berlantai rendah (low entry). Keberadaan koridor Bus Trans Jakarta di wilayah Wonogiri, setidaknya dapat membantu mengurangi korban kecelakaan lalu lintas. Minimnya layanan angkutan umum telah menyebabkan sebagian besar pelajar menggunakan sepeda motor ke sekolahnya.
Berdasarkan data dari Kepolisian Resor Wonogiri bahwa korban kecelakaan di wilayah Wonogiri selama tahun 2022 sebanyak 2.408 korban dan 567 korban (24 persen) adalah pelajar. Kedua terbesar setelah wirausaha 1.485 korban (61,67 persen). Sebanyak 14 pelajar meninggal dunia, 391 pelajar luka ringan dan 612 pelajar tidak luka.
Dengan akan beroperasinya Bus Trans Jateng koridor Surakarta-Wonogiri paling lambat Bulan Agustus 2023 diharapkan akan mengurangi angka kecelakaan terutama di kalangan pelajar.
Kondisi Bus Trans Jateng
Saat ini di Jawa telah beroperasi 6 koridor Bus Trans Jateng. Keenam koridor itu adalah (1) koridor Terminal Bawen (Kab. Semarang) – Stasiun Tawang (Kota Semarang) sepanjang 43 km dengan 28 unit armada bus dan 88 halte; (2) koridor Terminal Bulupitu (Kota Purwokerto) – Terminal Bukateja (Kab. Purbalingga) sepanjang 42 km dengan 14 unit armada bus dan 60 halte, (3) koridor Terminal Kutoarjo (Kab. Kebumen) – Terminal Borobudur (Kab. Magelang) sepanjang 52 km dengan 14 unit armada bus dan 72 halte, (4) koridor Terminal Bahurekso (Kab. Kendal) – Terminal Mangkang (Kota Semarang) sepanjang 28,7 km dengan 14 unit armada bus dan 50 halte, (5) koridor Terminal Tirtonadi (Kota Solo) – Terminal Sumber Lawang (Kab. Sragen) sepanjang 35 km dengan 14 unit armada bus, 84 halte dan 23 rambu bus stop, dan (6) koridor Terminal Godong (Kab. Grobogan) – Terminal Penggaron (Kota Semarang) sepanjang 34,3 km dengan 14 unit armada bus, 85 halte dan 12 rambu bus stop.
Sejak beroperasi Juli 2017 hingga November 2022 telah mengangkut 18.768.235 orang. Mempekerjakan sebanyak 484 orang petugas Bus Trans Jateng dan 280 petugas dari operator Bus Trans Jateng. Halte yang dibangun ramah terhadap penyandang disabilitas. Total panjang Bus Trans Jateng (6 koridor) adalah 235 km dilayani 98 armada bus, 439 halte dan 35 rambu bus stop. Tarif yang dikenakan sebesar Rp 4 ribu, sedangkan bagi buruh dan pelajar/mahasiswa membayar Rp 2 ribu.
Tingkat isian (load factor) yang dicapai Bus Trans Jateng selama tahun 2022 sebesar 68,74 persen. Tingkat isian tertinggi di koridor Terminal -Bupitu – Terminal Bukateja 78,03 persen dan terendah di koridor Terminal Tirtonadi – Terminal Sumber Lawang 55,27 persen.
Anggaran yang dikucurkan melalui APBD Provinsi Jawa Tengah sejak beroperasi tahun 2017 hingga 2022 sebesar Rp 333,3 miliar. Tahun 2017 sebesar Rp 9,4 miliar, tahun 2018 Rp 28 miliar, tahun 2019 Rp 45,9 miliar, tahun 2020 Rp 64,1 miliar, tahun 2021 Rp 91 miliar dan tahun 2022 Rp 94,9 miliar.
Total pendapatan dari tarif yang dikenakan sejak 2017 hingga 2022 sebanyak Rp 63,7 miliar. Tahun 2017 sebesar Rp 1,9 miliar, tahun 2018 Rp 6,6 miliar, tahun 2019 Rp 11,7 miliar, tahun 2020 Rp 8,7 miliar, tahun 2021 Rp 12,6 miliar dan tahun 2022 Rp 22,2 miliar. Jika melihat besaran anggaran dan pendapatan dari tarif penumpang, rata-rata subsidi tarif kisaran 80 persen.
Sistem pembayaran bisa nontunai sejak 30 Desember 2021, sehingga penumpang dapat membayar menggunakan sistem QRIS ( Quick Response Code Indonesian Standard). Bisa membayar melalui berbagai aplikasi dompet virtual, seperti, LinkAja, GoPay, Ovo, Shoppe Pay, dan berbagai aplikasi E-Wallet lainnya.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Dinas Perhubungan Jawa Tengah tahun 2022, ada penurunan biaya transportasi pengguna Bus Trans Jateng. Sebanyak 42,6 persen (Rp 50.000,00 – Rp 100.000,00); 26,2 persen di bawah Rp 50.000,00; 11,5 persen (Rp 100.000,0 – Rp 150.000,00); 19,7 persen di atas Rp 150.000,00. Penurunan biaya transportasi rata-rata per penumpang per bulan setelah menggunakan Bus Trans Jateng adalah Rp 103.321,00.
Hasil Survei Kepuasan Masyarakat pada layanan 5 koridor Bus Trans Jateng didominasi penumpang perempuan sebanyak 75 persen dan sisanya 25 persen pria. Disamping itu, dengan jumlah responden 1.412 orang, menghasilkan sebanyak 50,71 persen atau 716 pengguna Bus Trans Jateng berpindah atau beralih dari angkutan umum ke Bus Trans Jateng; 46,39 persen atau 655 pengguna Bus Trans Jateng berpindah dari kendaraan pribadi (mobil/sepeda motor) menggunakan Bus Trans jateng.
Rencana pengembangan layanan Bus Trans Jateng selanjutnya (selain akan mengoperasikan koridor Surakarta-Wonogiri tahun 2023) akan dikembangkan 10 koridor lagi. Satu koridor di Kawasan Kedungsepur, yaitu Semarang-Demak. Tiga koridor di Kawasan Subosukowonosraten, yaitu Surakarta – Boyolali, Surakarta – Klaten dan Surakarta – Karanganyar. Dua koridor di Kawasan Purwomanggung, yaitu Secang – Parakan, Secang – Muntilan. Tiga koridor di Kawasan Barlingmascakeb, yaitu Cilacap – Purwokerto, Purwokerto – Wangon, dan Purwokerto – Kroya. Dan 1 koridor di Kawasan Bergasmalang (Brebes, Tegal, Slawi, Pemalang), yaitu Tegal -Brebes.
Tantangan ke depan adalah mencari skema pendanaan operasional yang tidak berasal dari APBD Prov. Jawa Tengah dan penumpang. Namun bisa berasal dari beberapa sumber pendanaan lain, seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) BUMN, Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Swasta, alokasi sebagian Anggaran Pendidikan, pemasangan iklan, pembuatan halte cerdas ( _smart halte) dengan Public Transport Information System (PTIS). Memang memerlukan regulasi lagi untuk menguatkan pencairan skema pendanaan tambahan.
[Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata]