Cepatnya perkembangan zaman dikarenakan globalisasi mendorong banyaknya kemajuan teknologi yang membuat tidak ada lagi batasan yang berarti. Layaknya pisau bermata dua. Perkembangan teknologi mendorong banyaknya kemudahan dalam berbagai aktivitas, tetapi juga perlunya filter dalam membedakan mana yang harus diadaptasi dan mana yang bukan terkait mudahnya akses informasi yang lebih banyak dan lebih beragam.
Salah satunya adalah budaya masyarakat. Budaya di tiap wilayah di seluruh dunia juga turut menyebar lewat banyaknya akses informasi yang bisa didapatkan. Ini menyebabkan banyaknya tabrakan dan ketidakcocokan yang terjadi karena masuknya budaya yang berbeda-beda.
Termasuk di Indonesia, negara yang terletak di bagian timur belahan bumi ini tentunya tidak cocok dengan budaya kebaratan. Salah satunya yang saat ini sedang trend di kalangan anak muda adalah menginap bersama dengan pasangan yang belum menikah, atau biasa disebut staycation.
Mengingat Indonesia merupakan negara agamis yang didiami oleh banyak etnis, suku, ras, serta agama. Tentunya, pemerintah juga pasti mengawalnya dengan membuat peraturan mengenai hal ini.
Mengikuti perkembangan trend ini, Jumat, 26 Mei lalu Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum (HMPSIH) Soegijapranata Catholic University (SCU) atau lebih dikenal dengan Unika Soegijapranata menyelenggarakan kembali Serial Diskusi Pancakusi V di Gedung Antonius, Kampus 1 SCU, Bendan yang mengangkat tema “Polemik Menginap Bersama Sebelum Menikah, Bagaimana Pengaturannya?”
Kegiatan yang merupakan rangkaian program kerja rutin HMPSIH SCU ini menghadirkan salah satu mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum SCU, Abita Jovina Muliono serta salah satu dosen pengampu di Program Studi Ilmu Hukum SCU, Emilia Metta Karunia Wijaya SH., MH sebagai narasumber. Dua narasumber ini membahas trend ini dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM) dan hukum.
Berkaca juga pada salah satu pasal baru dalam KUHP yang melarang menginap bersama untuk pasangan yang belum menikah, tidak hanya bagi Warga Negara Indonesia (WNI), tapi juga Warga Negara Asing (WNA).
Tentunya peraturan baru dalam KUHP ini menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif dalam penerapannya.
Karena hal tersebut, kegiatan yang dihadiri oleh 70 mahasiswa ini diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan serta pemahaman, khususnya kepada para mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum SCU dalam memaknai peraturan tersebut, juga diharapkan para peserta dapat memperluas wawasan mereka terkait peraturan yang berlaku. [FHK/Falensia Laurensia Hadi]