(TRIBUNJATENG), SEMARANG – Sebanyak 368 Dosen dan Karyawan Unika Soegijapranata berbaur dan hidup bersama para petani lereng Merapi dan Merbabu yang dibina oleh kelompok tani Qaryah Thayyibah yang digelar dalam kegiatan kegiatan refleksi karya, pada 7 hingga 8 April Lalu.
Selama dua hari satu malam mereka mengikuti kegiatan petani mulai dari bertanam, memanen, memberi makan ternak, hingga menjual hasil produksi.
Rektor Unika Prof Budi Widianarko, ketika ditemui Tribun Jateng,Jumat (15/4/2016) di kantornya menjelaskan, setelah kegiatan tersebut ia berharap Dosen dan Karyawan Unika kini bisa merefresh emosi dan memahami realita kehidupan masyarakat tani.
"Sedikit miris setelah kami melihat realita di sana dimana semua petani adalah orang tua, anak-anak mereka tidak ada yang meneruskan sebagai petani," terang Prof Budi.
Ia menerangkan, saat ini, Jawa masih dipandang sebagai lumbung padi. Namun, setelah melihat realita itu, pakar lingkungan itu beranggapan ketahanan pangan di Jawa ternyata rapuh.
Menurutnya anak petani di lereng Merapi dan Merbabu kini lebih memilih untuk bekerja sebagai karyawan pabrik yang dipandang memiliki taraf hidup yang lebih baik.
"Sedikit lebih baik untuk petani buah dimana masih ada sedikit anak muda yang mau bergerak kesana, namun untuk padi sudah sangat jarang," bebernya.
Dari tujuh desa yang didiami karyawan dan dosen Unika selama dua hari tersebut ia berkesimpulan hampir semua pemudanya tidak meneruskan sektor pertanian. Padahal, disana ia juga melihat ada berbagai problematika soal pertanian.
"Misalnya saja problem lahan yang kemudian berkurang nilai kesuburannya karena penggunaan pupuk kimia, adalagi problem hama dimana sekarang banyak dijumpai kera-kera yang turun ke lahan pertanian warga, dan uniknya hama kera itu cerdas, mereka tidak bisa ditakut-takuti dengan orang-orangan, bahkan bisa bekerja sama untuk mengambili hasil pertanian," bebernya.
Selain itu, dari kegiatan hidup bersama petani tersebut Prof Budi menyatakan kini harus beradaptasi lagi untuk bisa hidup sederhana bersama para petani.
Tinggal di rumah yang bersampingan dengan kandang ternak dan berlantai tanah, menurutnya membuat dosen dan karyawan teringat kembali dengan realita kehidupan.
"Saya kecilnya di Blotongan, Salatiga, tidur di dipan kayu selimut sarung dahulu juga bisa, namun kemarin saat dihadapkan dengan realita yang sama harus susah payah beradaptasi kembali, goalnya kegiatan ini adalah agar dosen dan karyawan tidak terlalu jauh dengan realita dan hidup sederhana," imbuhnya. (*)
Tautan : http://jateng.tribunnews.com