SEMARANG – Sebanyak 56% aset nasional hanya dikuasai oleh 0,2% penduduk. Sekitar 87% di antaranya merupakan penguasaan monopoli atas tanah. Karena itu, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa didorong mampu memandirikan masyarakat desa dan meminimalkan kesenjangan tersebut.
Hal tersebut dikatakan anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko dalam diskusi Pemberdayaan Desa dalam Konteks Implementasi UU Desa di kampus Unika Soegijapranata, Semarang, Senin (30/5).
Pembicara lain dalam diskusi ini adalah Rektor Unika Prof Budi Widianarko, Ketua Obor Tani Budhi Darmawan, dan pendiri Qaryah Thayyibah, Bahruddin. Menurut Budiman, selain disebabkan sistem ekonomi kapitalis yang mengedepankan persaingan bebas, kondisi itu terjadi lantaran para pengambil kebijakan tidak mempercayai masyarakat desa.
’’Ada sikap pesimistis para pengambil kebijakan yang merasa masyarakat desa tak perlu dilibatkan. Artinya, pembangunan ditentukan hanya oleh kaidah akademis, pembangunan hanya berurusan dengan segelintir orang pintar,’’ kata politikus PDI Perjuangan itu.
Sejahterakan Desa
Budiman menambahkan, UU Desa diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan yang selama ini terjadi di perdesaan, sehingga rakyat menjadi sejahtera. ’’Dengan diberlakukannya UU Desa serta didukung anggaran yang cukup, pamong yang cerdas, dan tidak korupsi, seharusnya di desa terjadi perubahan yang signifikan, yakni rakyat sejahtera seluruhnya.’’
Lebih lanjut ia mengatakan, jika dalam lima tahun nasib rakyat di perdesaan tidak berubah, atau tetap miskin karena anggaran desa dikorupsi, maka UU tersebut akan dicabut. Menurutnya, selama ini anggaran dari pemerintah pusat untuk desa yang disalurkan melalui kementerian sering tidak tepat sasaran atau tidak sesuai dengan permintaan dan kebutuhan desa.
Misalnya, desa minta jalan, tetapi kementerian memberi anggaran untuk membangun irigasi. Desa butuh klinik kesehatan, tetapi dibuatkan sekolah. Desa perlu gedung sekolah, tetapi diberi anggaran untuk pengadaan komputer. Salah satu bagian penting dalam UU Desa, imbuh wakil rakyat kelahiran Cilacap itu, adalah pasal 72.
Ada alokasi 10% dari transfer daerah menurut APBN yang dialokasikan untuk perangkat desa. Artinya, pembangunan desa akan dibiayai melalui APBN sebesar 10% dari dana transfer desa atau Rp 59,2 triliun. Selain APBN, pembangunan desa juga akan didanai oleh 10% dana APBD atau Rp 45,4 triliun.
Jadi, total dana untuk pembangunan desa Rp 104,6 triliun. Budi Widianarko menyebutkan, akademisi mengambil peran sebagai peneliti dalam berbagai permasalahan yang muncul di tengah masyarakat. Akademisi memberi masukan terhadap proses berjalannya implementasi UU Desa.
Tautan : http://berita.suaramerdeka.com