SEMARANG – Sebagai bahan penyusun rancangan Undang-Undang (UU) dan Naskah Akademik tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, Tim Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) unjungan ke Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unika Soegijapranata.
Kunjungan ini dalam rangka untuk mendapatkan masukan-masukan dalam rangka merancang UU dan naskah akademik tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di ruang rapat Gedung Yustinus Unika Soegijapranata.
Tim terdiri dari tujuh orang yaitu Nita Ariyulinda sebagai ketua tim, Atisa Praharini, Bagus Prasetyo, Sindy Amelia, Yuwinda Sari Pujianti, Nova Manda Sari, Agus S.P. Otto, melakukan k
Rombongan tim badan keahlian DPR RI ditemui oleh Ranto P Sihombing sebagai akademisi dan pemerhati perkembangan pelaksanaan CSR di Jawa Tengah, didampingi Kirno Prasojo sebagai ketua Forum Rembug Klaster Pariwisata Borobudur yang akan banyak bercerita dari sisi penerima manfaat CSR kepada Tim Badan Keahlian DPR RI tersebut.
Dalam kunjungan tersebut, banyak dibahas tentang penerapan CSR oleh perusahaan di Indonesia yang kebanyakan masih bersifat *voluntary *dan belum bersifat *mandatory. *
“Berdasarkan data Biro Dinas Sosial Pemprov Jawa Tengah tahun 2014, terdapat 50 perusahaan yang secara resmi bekerja sama dengan pemerintah provinsi Jawa Tengah dalam penerapan CSR. Sedangkan berdasarkan data statistik dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan tahun 2016, jumlah perusahaan di provinsi Jawa Tengah adalah berjumlah 4.210 perusahaan. Dari jumlah tersebut yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) berjumlah 986 perusahaan” kata Ranto.
Lebih lanjut dijelaskannya, Apabila dipresentase antara 50 perusahaan yang resmi berkoordinasi dengan Pemprov Jateng dibandingkan jumlah 986 perusahaan yang ada maka hanya lima persen perusahaan yang sudah menaati peraturan undang-undang yang mengatur tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) pada perusahaan Perseroan Terbatas di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan UU RI No. 40 tahun 2007.
“Perlu ada peraturan yang bisa menjadi pedoman bagi perusahaan untuk dapat melaksanakan TJSL secara benar sebagai perwujudan CSR yang bersifat mandatory dan membuat laporan Internal yang dipublikasikan kepada masyarakat umum. Namun sebaliknya, apabila ada pewajiban perusahaan membuat laporan internal tentang CSR maka harus berkoordinasi dengan OJK, karena OJK yang mengatur tentang pelaporan yang bersifat wajib atau valuntary,” tambahnya.
Tautan : http://berita.suaramerdeka.com